Sunday, January 24, 2010

Pak Dosen Bawa Golok

Oleh Udo Z. Karzi

ANAK kecil ngamuk ya paling karena tidak dikasih permen. Rakyat kecil ngamuk karena pembagian jatah beras untuk keluarga miskin (raskin) atau bantuan lansung tunai (BLT) tidak rata terbagi. Tapi, kalau dosen ngamuk, walah sungguh tidak logis. Soalnya dosen kan sesosok yang--paling tidak--rasional, intelek, dan karena itu lebih mengedepankan cara-cara yang persuasif, argumentatif, dan ilmiah.

Tapi ini beneran terjadi. Empat dosen IAIN di Negarabatin ngamuk. Kayak jagoan kampung yang menenteng golok, keempatnya mencari dan mengancam membunuh rektor. Menggunakan mobil milik Fakultas Tarbiyah, empat dosen tiba di kantor pusat IAIN pukul 11.15, Kamis (22-1).

Nggak jelas maunya, mereka langsung ngamuk. Kaca pintu utama ruang rektorat dirusak dengan golok. Kata-kata kotor berhamburan dari mulut mereka. Mengetahui rektor sedang ke Jakarta, mereka tambah marah.

"Dosen gila," kata Pithagiras.

"Banyak bener dosa mereka...," sambung Mat Puhit.

"Halah...dosa. Kayak apa saja Israel yang membunuh penduduk Palestina aja," sambar Minan Tunja.

"Yah, kalau Yahudi sih nggak usah diomong. Tapi, ini yang ngamuk dosen. IAIN. Fakultas Tarbiyah (baca: ngajar calon guru agama) lagi. Makanya dosanya gede...," jelas Mat Puhit.

"Heh, urusan dosa sih urusan individu masing-masing dengan Tuhan. Saya sih lebih senang melihat status para dosen itu dikaitkan dengan peran apa yang seharusnya mereka mainkan. Sebagai akademisi, mereka jelas mempunyai tanggung jawab untuk membuat mahasiswa lebih cerdas. Sebagai guru, dosen yang harusnya menunjukkan sikap terpelajar dan memperlihatkan bagaimana pikiran, ucapan, dan tindakan mereka memang patut dihormati, ditiru, dan diteladani. Sebagai pemikir, mereka tidak pada tempatnya melakukan tindak kekerasan karena pilihan ini jauh dari konsepsi ilmu pengetahuan. Sebagai pengajar institut agama Islam, mereka harusnya memperlihatkan etika, moralitas, dan akhlaqul-karimah yang...."

Belum selesai Minan Tunja ngomong, Udien langsung memotong. "Stop! Jangan kepanjangan...."

Radin Mak Iwoh yang baru datang, langsung nimbrung. "Dosen juga manusia. Bisa emosi...," kata dia.

"Manusia tidak beriman."

"Jadi manusia kok nggak bisa menahan diri."

"Apa pun alasannya, dosen tidak dibenarkan bertindak anarki kayak itu."

"Dalam kondisi apa pun, orang kampus, terlebih dosen harus menunjukkan kecendekiawanan. Semua masalah bisa diselasaikan dengan bicara, dialog, debat,...adu mulut, perang ludah juga nggak apa. Asal jangan main otot, apalagi bawa golok."

"Memaksakan kehendak ya nggak benerlah."

Ke kampus harusnya kan bawa pena, kertas, buku, perlengkapan tulis atau alat praktikum. (Mamak Kenut malah kuliah nggak bawa apa-apa. Masih untung pake baju hehee...). Bawa golok ke kampus, ya salahlah. Dosen lagi yang bawa....

Ya, sudah. Jangan ditiru.


Lampung Post, Sabtu, 24 Januari 2010