Monday, May 24, 2010

Seni HIdup (untuk Tidak Disebut Penjahat)

Oleh Udo Z. Karzi

SIAPAKAH penjahat terkenal di Indonesia? Iseng-iseng Mamak Kenut browsing di internet. Ketemulah 15 nama ini: Kusni Kasdut (pencuri spesialis barang antik), Imam Samudera (teroris), Amrozi (teroris), Dulmatin (teroris), Mukhlas (teroris), Ali Gufron (teroris), Al Ghozi alias Goci (teroris), Nurdin M. Top (teroris), Dr. Azahari (teroris), Hambali (teroris), Robot Gedek (pemerkosa dan pembunuh anak laki-laki), Sumanto (pemakan mayat), Sumanti (pemakan anak bayi sendiri), dukun AS (pembunuh klien wanita), dan Lidya Pratiwi (dalang pembunuhan artis).

Daftar ini tentu akan lebih panjang lagi. Dari 15 nama ini, penjahat terbanyak adalah teroris, disusul pembunuh dan penipu, termasuk--astaghfirullah--pemakan orang. Hanya satu nama pencuri barang antik. Dan, tidak ada dari golongan penjahat yang disebut koruptor, penyalahguna wewenang, dan penyeleweng harta negara.

"Kenapa ya kok nggak ada?" tanya Minan Tunja.

"Kita tanya aja ke Radin Mak Iwoh," usul Mat Puhit.

"Betul... Betul..." dukung Pithagiras.

Beberapa saat kemudian.

"Kok nanya dengan saya. Mana saya tahu," Radin Mak Iwoh tersinggung.

"La, mau nanya siapa lagi?" kata Udien.

"Api maksud ni? Kalian ini jangan macam-macam. Kami ini abdi negara. Kalian itu kan seharusnya menghormati orang-orang kayak saya ini. Pangreh praja. Pelayan rakyat...," Radin ngomong berapi-api.

"Jangan tersinggung, Radin. Kami kan cuma mau nanya aja. Coba aja Radin lihat di kota ini. Jalan berlubang di mana-mana, akibatnya banyak yang celaka..."

"Pencetakan surat suara Pilkada Bandar Lampung kelebihan dibilang cuma salah administrasi..."

"Raskin untuk Lampung dikirim beras apkiran dari Jawa Tengah, tetapi Bulog dengan gampang bilang cuma perlu pengayakan."

....

"Sudah, sudah... Kalian ini buat pening aja. Saya ini banyak urusan," bentak Radin Mak Iwoh.

"Siapa yang harus bertanggung jawab atas semua 'kejahatan' itu?" desak Udien.

"Hai, itu bukan kejahatan. Tidak ada penjahat. Itu cuma seni untuk hidup di negeri mafia..."


Lampung Post, Senin, 24 Mei 2010

Saturday, May 8, 2010

Poten(si)al

Oleh Udo Z. Karzi

KATA-KATA terkadang tak lebih sekadar "hiburan" belaka di antara bertimbun-timbun masalah yang tengah menggelayuti kita. Coba baca ini:

"Pesisir Bandar Lampung berpotensi dikembangkan menjadi pelabuhan internasional kelas dunia. Hal itu dilihat dari kondisi fisik dan kedalaman pesisir. Konsep kota tepi air (water front city--WFC) yang diprogramkan Wali Kota Eddy Sutrisno bisa mendukung pelabuhan internasional kelas dunia."

Potensi bernama pelabuhan internasional kelas dunia itu rupanya baru sekadar mimpi, yang entah kapan akan mewujud. Saat ini, yang nyata terjadi sehubungan dengan rencana penataan wilayah pesisir Bandar Lampung adalah bagaimana masalah sosial-ekonomi-budaya menggelayuti kebijakan water front city (WFC) Bandar Lampung ini yang kalau tidak diselesaikan akan terus menjadi persoalan.

Disebabkan potensi pula, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. meminta pemerintah daerah otonomi baru (DOB) di Lampung untuk lebih kreatif dalam memaksimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD) nya masing-masing. Kenyataannya, justru karena potensi itulah daerah-daerah itu jadi terlena: tidur dan tak merasa perlu kerja keras!

Di bidang olahraga, Pemerintah Provinsi Lampung diharapkan menaruh perhatian besar dalam upaya peningkatan prestasi. Sebab, Lampung memiliki potensi melahirkan pemain-pemain andal, seperti pada era 1980-an. Potensi itu, aduh... rupanya hanya masa lalu. Cuma nostalgia. Entah kapan masa itu bisa kembali.

Meskipun begitu, bagus juga minum teh hijau. Sebab, banyak penelitian yang mengungkap khasiat teh hijau bagi kesehatan. Baru-baru ini, ditemukan satu lagi manfaat teh hijau yang potensial bagi kesehatan mata.

Tapi, mesti hati-hati juga. Dinas Pendidikan Provinsi Lampung siap bekerja sama dengan Program Studi Bimbingan Konseling FKIP Unila untuk menanggulangi siswa yang berpotensi stres, akibat gagal lulus ujian nasional. Astaga, banyak potensi malah bikin linglung.

Minan Tunja mau sih cuma ngeledek Mat Puhit. "Mat, kamu itu punya potensi kaya lo."

"Iya, tapi nggak punya kesempatan," sambar Pithagiras.

"Bukan... Nggak punya bakat...," tambah Mamak Kenut.

Itu sih poten... siaal... Hahahaa....


Lampung Post, Sabtu, 8 Mei 2010