Thursday, September 22, 2011

Rusuh Reseh...

Oleh Udo Z. Karzi

MAT PUHIT geleng-geleng kepala membaca akun-akun Twitter @Gilang_Perdanaa yang mengaku telah memukuli wartawan di depan SMA 6 Jakarta, Jl. Mahakam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Misalnya ini: "Puas gua mukulin wartawan di jalur sampe bonjok2 emosi bet gua t**."

Walah, kok ada yang bangga setelah memukul orang yang nyata-nyata bekerja untuk mengabarkan kenyataan dan mengupayakan kebenaran.

"Enggak masuk akal seorang pelajar kok begitu dendam dengan seorang jurnalis. Keduanya kan boleh dibilang bergerak dalam satu irama dalam kata 'mencerdaskan kehidupan bangsa' seperti diamanatkan undang-undang dasar," kata Minan Tunja.

"Sulit juga terjadi konflik kepentingan di antara keduanya, pelajar dan jurnalis," Pithagiras menimpali.

Tapi, itulah yang berlaku. Bermula saat wartawan Trans7 mengalami penganiayaan saat melakukan aktivitas jurnalistik pada Jumat (16-9). Reporter Oktaviardi mengambil gambar saat anak-anak SMA 70 dan SMA 6 tawuran di sekitar kawasan Blok M.

Octaviardi kemudian dikeroyok oleh sejumlah siswa berseragam tersebut. Tak hanya dikeroyok, kaset rekaman berisi tawuran antarpelajar itu pun ikut dirampas.

Dari situ, wartawan dan SMA 6 Jakarta terlibat bentrok di depan SMA tersebut pada Senin (19-9). Akibatnya, 5 wartawan menjadi korban dan 7 siswa SMA 6 menjadi korban.

Masih hangat perbincangan tentang tawuran antarpelajar yang berujung pada bentrok dengan wartawan, eh... di kampus hijau terjadi juga "perang" antara mahasiswa FISIP dan Fakultas Teknik.

"Aduh, bener-bener telek... in-nya ilang," celetuk Mamak Kenut.

Bagaimana dia enggak gusar, mahasiswa kan menyandang banyak gelar yang menempatkan mereka pada posisi terhormat. Sebut saja agen perubahan (agent of change), penjaga moral bangsa (moral force), dan lain-lain... termasuk calon intelektual atau intelektual muda.

Tapi, semua status sirna begitu mahasiswa memilih jalan kekerasan ketimbang diskusi, debat, atau adu argumen dalam menyelesaikan masalah.

"Mahasiswa itu pengen ngetop. Makanya, mereka tawuran juga kayak siswa. Kan manjur, acara wisuda yang digelar pada hari yang sama kalah seru dengan tawuran. Wisuda Unila paling halaman dalam, tapi tawuran jadi headline depan koran. Begitu," kata Udien yang baru datang.

"Huuu... dasar rusuh reseh...," sembur semua.


Lampung Post, Kamis, 22 September 2011

Saturday, September 10, 2011

Pemimpin dan Kekuasaan

Oleh Udo Z. Karzi


PEMIMPIN dan kekuasaan ibarat gula dengan manisnya, ibarat garam dengan asinnya. Tak terpisahkan. Kepemimpinan yang efektif (effective leadership) terealisasi pada saat seorang pemimpin dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Ketika kekuasaan ternyata bisa timbul tidak hanya dari satu sumber, kepemimpinan yang efektif bisa dianalogikan sebagai movement untuk memanfaatkan genesis (asal usul) kekuasaan, dan menerapkannya pada tim yang tepat.

Seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki pengikut. Pemimpin efektif tidak bertanya: "Apa yang ingin saya lakukan?" Sebagai gantinya, mereka bertanya, "Apa yang perlu dilakukan?" Lantas, mereka bertanya, "Dari semua hal yang akan membuat perbedaan itu, mana yang tepat untuk saya?" Pemimpin efektif tidak mengerjakan hal-hal yang tidak mereka kuasai. Pemimpin efektif memastikan hal-hal penting lainnya dikerjakan dengan tuntas, tetapi bukan oleh mereka.

Kepemimpinan bukan sekadar kepribadian yang memikat, bukan pula kemampuan berteman atau memengaruhi orang. Karena hal-hal itu adalah hal-hal yang dimiliki penjual, bukan pemimpin. Kepemimpinan adalah mengangkat visi seseorang menjadi lebih tinggi, meningkatkan standar kinerja seseorang, dan membangun kepribadian seseorang melebihi batasan normalnya.

Para pemimpin yang benar-benar efektif lebih tertarik pada apa yang benar ketimbang siapa yang benar. Manajemen adalah mengerjakan hal-hal dengan benar. Kepemimpinan adalah melakukan hal-hal yang benar, dan itu diikuti oleh banyak faktor.

Refleksi dari kepemimpinan yang efektif, bertanggung jawab, dan terbalutnya hubungan sinergis antara pemimpin dan yang dipimpin, adalah makna filosofis dari nasihat Rasulullah: "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab terhadap pimpinannya, seorang Amir (kepala negara) adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya..." (H.R. Bukhari & Muslim)

Genesis kekuasaan pada hakikatnya teridentifikasi dari lima kekuasaan sah (legitimate power), kekuasaan paksa (coercive power), kekuasaan penghargaan (reward power), kekuasaan kepakaran (expert power), dan kekuasaan referensi (referent power).

Seorang pemimpin yang memiliki jiwa leadership adalah pemimpin yang dengan terampil mampu melakukan kombi dan improvisasi dalam menggunakan genesis kekuasaan yang berbeda untuk memengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi. Inilah kepemimpinan yang efektif (effective leadership). Implementasinya adalah dengan "memanfaatkan genesis kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang tepat".

Kita merindukan pemimpin republik yang tidak hanya pandai menggunakan coercive power dan legitimate power dalam memimpin republik. Tapi juga dengan bijak dan cerdik menggunakan expert power, referent power, ataupun reward power dalam mempersatukan seluruh anak negeri dan mengangkat republik dari keterpurukan.


Lampung Post
, Sabtu, 10 September 2011

Friday, September 2, 2011

Mobil Dinas

Oleh Udo Z. Karzi


LEBARAN harusnya membuat hati Mamak Kenut aman, damai, tenang, dan tenteram. Baru saja meraih kemenangan setelah berperang melawan hawa nafsu sebulan penuh selama Radaman! Tapi, sebuah kejadian kecil membuatnya bersungut-sungut, menggerutu sepanjang jalan...

Ceritanya, saat ia sedang mengendarai motor kesayangannya, dalam posisi lurus dia mengambil jalan agak ke tengah karena sebelah kiri jalan berlubang. Tapi, ee... ada sebuah mobil berpelat merah hendak berbelok. Sopirnya kok tidak sabaran banget menunggu motor Mamak Kenut lewat.

Sedikit saja mobil itu maju, motor Mamak Kenut pasti kena.

Sialan nih sopir. Belagu amat. Sudah mobil dinas yang dipakai, menggunakan jalan seenak udelnya juga.

Kalau kaca jendela mobil terbuka, rasanya Mamak Kenut ingin memaki, "Hei. Tahu diri sih. Enggak ada malunya. Itu mobil rakyat kau pakai Lebaran. Mobil itu kan dikasih untuk memperlancar tugas-tugas pemerintahan saat dinas."

Tapi, dengan kaca riben, Mamak Kenut tak melihat siapa saja di dalam mobil. Dia cuma bisa melotot tapi tak berkata apa-apa.

"Negeri ini memang penuh dengan orang-orang yang bermental aji mumpung. Mobil dinas ya untuk dinas. Untuk memperlancar mobilitas aparatur negera. Bukannya untuk mudik atau jalan-jalan waktu liburan," kata Mat Puhit.

Baru saja Mat Puhit ngomong begitu, eh... sebuah mobil dinas juga parkir di sebuah pusat perbelanjaan. Di hari Lebaran.

Sebenarnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengimbau kepada para pegawai negeri dan pejabat negara agar tidak menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi pada saat mudik Lebaran. "Sedapat mungkin diimbau untuk tidak menggunakan kendaraan dinas. Kecuali kendaraan dinas itu namanya kendaraan dinas dan keluarga. Nah itu baru (bisa). Jadi, selama namanya kendaraan dinas, berarti untuk menunjang fasilitas kedinasan," kata Wakil Ketua KPK M. Jasin.

"Mobil dinas dipakai mudik kan penyimpangan atau penyalahgunaan fasilitas negara," ujar Pithagiras.

"Susah kalau punya mental korup begitu," sambung Udien.

"Apa pun argumennya, penggunaan mobil dinas untuk kepentingan pribadi dan keluarga adalah korupsi juga," kata Minan Tunja.

Tapi, apa lacur aparatur, bahkan hingga kepala daerah punya tafsir sendiri tentang fungsi mobil dinas. Begitulah.

Lampung Post, Jumat, 2 September 2011