Monday, October 28, 2013

Tak Bisa Tidak Harus!

Oleh Udo Z Karzi


"AI, besok Aidil ulang tahun," kata saya kemarin. "Besok kan ramai yang merayakan ulang tahun Aidil di lapangan. Besok upacara tidak?"

(Aidil tujuh tahun hari ini. Hari lahirnya, 28 Oktober kebetulan bersamaan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda Hari. Jadi yang merayakan Sumpah Pemuda ya merayakan ulang tahu Aidil pula. Hehee...)

Aidil diam saja. Seperti mau menangis. 

"Kok Aidil tidak dikasih hadiah?" jawab Aidil.

"Mama sudah kasih hadiah macam-macam," ujar Mamanya.

"Ya, sepeda itu kan hadiah ulang tahun Aidil," kata saya lagi.

"Iya, tapi itu dulu..." Pecah tangis Aidil.

Kesihan pula. "Ya... besok kalau ayah gajian kadonya," kata saya.

Aidil diam saja masih sesugukan.

"Aidil mau kado apa?" Saya tanya lagi.

Masih sesugukan.

"Ya, bareng ayah kalau sudah gajian beli kadonya," tambah Mamanya. "Mau kado apa?"

"Mobilan yang ada remotnya..."

"Ai kok mobilan. Yang lain saja?"

"Buku?"

...

Tapi, Aidil bergeming tak bisa tidak harus mobilan.

Ya, oke. Tapi, ayah belum gajian.

Besok ya, Dil.



Senin, 28 Oktober 2013

Sunday, October 20, 2013

Buku Puisi Lagi...

Oleh Udo Z Karzi


PULANG kondangan bareng Aidil (belum 7 tahun) ke Telukbetung, Minggu (20/10) siang, mampir ke Toko Buku Fajar Agung di Jalan Raden Intan, Bandar Lampung.

Aidil selalu senang diajak ke toko buku. Masalahnya, dananya selalu terbatas buat beli buku yang bagus. Hehee...

Saya ngomong ke Aidil,  "Dil cari bukunya, bilang ke ayah kalau sudah ketemu. Buku cerita..."

Waktu liat-liat buku, mata saya tertumbuk pada buku Asyiknya Menulis Puisi karangan Wes Magee, dialihbahasakan Rini Nurul Badariah, terbitan Tiga Serangkai, Solo, 2008 dipanjang di gerai. Ini buku menarik karena bicara teknik puisi tetapi penuh gambar dan grafis yang bagus.

Saya tanya Aidil, "Buku ini mau nggak?"

Aidil bengong dan langsung bilang, "Aidil nggak mau!" "Ini bagus, Dil."

"Nggak," sahut Aidil sambil menaruh kembali buku tersebut di tempatnya.

"Ya udah, ini untuk ayah aja."

"Ya untuk ayah..."

Demikianlah, kami pulang dengan membayar tiga buku ke kasir: (1) Buku Asyik Menulis Puisi tadi; (2) Doa untuk Anak Cucu, kumpulan puisi WS Rendra yang Belum Pernah Dipublikasikan, Yogyakarta: Bentang, 2013; dan (3) buku pilihan Aidil, Curious George: Pertunjukan Anjing Solo: Tiga Serangkai, 2010.

Sampai di kantor... alhamdulillah, saya dapatkan buku puisinya Iwan Kurniawan, wartawan Media Indonesia, Rontaan Masehi, Bogor: Terbit Press, Juli 2013.

"Puisi lagi...," kata Aidil.

Dan, saya tertawa saja. Terlepas dari itu, saya perlu mengucapkan terima kasih ke Bung Iwan Kurniawan yang telah menghadiahi saya buku puisi yang mangtaap ini.

Bukunya kiriman Bung Iwan dah sampai, Wandi Barboy Silaban. Terima kasih. Tabik.

Eh iya, sebelumnya bareng Aidil juga, Kamis (17/9), saya mengambil buku tebal-tebal Puisi Menolak Korupsi Jilid 2a dan 2b masing-masing 5 eksemplar  di Lampung Peduli.  Sosiawan Leak, koordinator gerakan menolak korupsi yang mengirim ke Lampung melalui Panji Utama.

Dua puisi saya ada di buku ini bersama 196 penyair se-Indonesia lainnya.


Minggu, 20 Oktober 2013  

Monday, October 7, 2013

STA

Oleh Udo Z. Karzi


KIAMAT di jagat hukum dengan tertangkap tangannya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menerima suap di rumahnya di Jalan Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta,  Rabu, 2 Oktober 2013 pukul 22.00 oleh KPK; mencuatkan (kembali) initial STA.

Bagi penulis atau paling tidak yang akrab dalam dunia literasi Indonesia, STA alias Sutan Takdir Alisjahbana adalah nama besar. Berbagai predikat dilekatkan pada sosok ini: sastrawan, pujangga, akademisi, linguis, pemikir kebudayaan, dst. yang memberi kontribusi nyata bagi pertumbuhan negara-bangsa Indonesia.

Buku Polemik Kebudayaan (1948) yang disusun Achdiat K. Mihardja memperlihatkan bagaimana sesungguhnya kecendekiaan STA dalam menjawab pertanyaan mau di bawa ke mana peradaban Indonesia kelak. Bagaimana mungkin ngomong sastra modern kalau tak menyebut STA. Ia merintis Gerakan Sastra Baroe pada 1933 dan mendirikan Angkatan Poedjangga Baru. Gerakan Sastra Baroe ini melibatkan para intelektual seperti Armijn Pane dan Amir Hamzah. Lalu, tak kurang 20 orang intelektual Indonesia menjadi inti gerakan Poedjangga Baroe, diantaranya Prof. Husein Djajaningrat, Maria Ulfah Santoso, Mr. Sumanang, dan WJS. Poerwadarminta.

Menulis sejak usia 17 tahun, pria yang lahir di Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994 ini   menuangkan gagasannya dalam bentuk puisi, novel, esai, dan makalah. Puluhan buku lahir dari STA sebagai penyair, novelis, peneliti, penerjemah, editor, termasuk buku tentang STA yang ditulis orang lain.

Jadi, STA jelas tak kurang-kurang...

Itu sudah... (kalo bilang begini Mamak Kenut langsung ingat sastrawan Tandi Skober almarhum), sekarang muncul STA lain. Kata koran sih itu initial advokat ngetop Susi Tur Andayani.

"Sialan betul! STA yang terlibat skandal yustisia terbesar di Negarabatin saat ini bukan Sutan Takdir Alisjahbana," kata Mamak Kenut kesel banget.

"Sunlie Thomas Alexander?" celetuk cerpenis Yetie A.KA.

"Oh ya... untungnya STA itu sastrawan juga dan nggak terlibat segala urusan kongkalikong," sahut Mat Puhit.

Ah, semoga sastrawan tak ikut-ikutan korupsi ya Mas Sosiawan Leak (baca: Puisi Menolak Korupsi)? n


Lampung Post, Senin, 7 Oktober 2013