Saturday, July 26, 2014

Sebentar Lagi Lebaran

Oleh Udo Z. Karzi


SEBENTAR lagi Lebaran. Kendaraan pemudik yang akan menyeberang ke Pulau Sumatera mulai memenuhi Pelabuhan Merak, Banten, pada H-4. Sempat terjadi antrean kendaraan yang mengular hingga 6 kilometer mulai dari pintu gerbang pelabuhan hinggal Tol Merak. Selain kendaraan roda empat, kendaraan roda dua juga mulai memadati pelabuhan penghubung Pulau Jawa dan Sumatera itu.

Sebentar lagi Lebaran. Pasangan capres-cawapres bersiap menyusun kabinetnya. Namun, sejauh ini, baru kriteria menjadi anggota kabinet yang disebut.

Lalu, PDIP pun secara resmi menggugat hasil revisi Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (24/7). Gugatan tersebut disampaikan Ketua DPP PDIP Bidang Hukum Trimedya Panjaitan dan didampingi kuasa hukumnya, Andi M. Asrun.

Di lain pihak, tim advokasi Merah Putih untuk perjuangan keadilan mengadukan komisioner KPU dan Bawsaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Kamis (24/7). Pengaduan kubu pendukung calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa diterima langsung anggota DKPP, Nur Hidayat Sardini, di kantor DKPP, Jakarta.

Sembari itu, pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa membuat permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi, Jumat (25/7/2014). Tidak tanggung-tanggung, mereka telah menyiapkan bukti hingga sepuluh truk untuk memperkuat laporan tersebut.

Sebentar lagi Lebaran. Data korban yang dikeluarkan UNHCR menyebut total korban akibat operasi militer Israel atas Jalur Gaza selama 17 hari terakhir telah membunuh 732 warga Palestina. Sebagian besar adalah korban sipil, termasuk 147 anak-anak.

Motif pembunuhan terhadap Ispandi, bendahara pengeluaran Inspektorat Kabupaten Tanggamus dan keluarganya mulai terkuak. Penyidik Polda Lampung mencurigai seseorang yang belum disebutkan namanya terlibat dalam pembunuhan keji tersebut.

Sebentar lagi Lebaran. Dua terdakwa korupsi pengadaan alat tangkap ikan (kapal) di Dinas Kelautan dan Perikanan Tanggamus senilai Rp516,2 juta divonis berbeda. Affandi Abdul Rohim (54), pegawai negeri di Dinas Kelautan dan Perikanan Tanggamus, divonis 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara Toni Safari (54), direktur CV Puyangan, dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.

Polres Lampung Barat menetapkan lima tersangka dari 11 yang ditangkap dalam penggerebekan judi remi, Rabu (23/7). Kelima tersangka itu adalah Hapzon, pejabat eselon III di Lambar, Rahman (wiraswasta), serta Wendi dan Kuswanto (keduanya angggota DPRD Lambar). Satu lagi, Ks, yang kabur saat penggerebekan.

Lebaran sebentar lagi. Peserta salat Tarawih di masjid makin berkurang. Jumlah yang tidak berpuasa justru meningkat pesat. Pasar, toko, mal semakin ramai dikunjungi.  Pakaian, makanan, minuman, dan berbagai barang dan jasa makin laris manis. Semua bergegas, takut tak kebagian, takut ketinggalan. Semua demi Lebaran.  

Tapi, sebanyak 15 karyawan Hotel Ria di Jalan Kartini, Bandar Lampung, mendatangi kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Bandar Lampung, Kamis (24/7), mengadukan hak-hak mereka, yaitu tunjangan hari raya (THR) yang belum dibayarkan.

Duh, sebentar lagi Lebaran... n


Lampung Post, Sabtu, 26 Juli 2014

Thursday, July 17, 2014

Lagi Buntu

Oleh Udo Z. Karzi


"MERAGUKAN quick count sama dengan melecehkan ilmu pengetahuan," kata Pinyut ketika ribut-ribut tentang hasil hitung cepat dari 12 lembaga survei yang berbeda soal hasil pilpres.

"Eit, nanti dulu, harus dilihat dulu metodologi quick count-nya. Salah metodologi, ya salah juga hasilnya," kata Mat Puhit.

"Aih, sudahlah. Kita enggak usah meributkan itu. Coba baca dulu Seruan Moral Ilmuwan Menyikapi Hasil Pemilihan Presiden Republik Indonesia yang ditandatangani puluhan ilmuwan, peneliti, pekerja akademik di lembaga pemerintah dan nonpemerintah ini...," sodor Mamak Kenut.

Poin kedua pernyataan itu, bunyinya begini: "Kepada institusi penegakan hukum, khususnya Kepolisian Republik Indonesia, agar sungguh-sungguh menyelidiki kredibilitas, rekam jejak, dan menindak tegas lembaga survei, jika diduga kuat memalsukan data dan membohongi publik. Pemalsuan data dan pembohongan publik berdampak serius dan fatal bagi keutuhan masyarakat dan masa depan Indonesia. Di samping itu, agar Polri memberikan perlindungan dan rasa aman kepada warga masyarakat sipil yang berpartisipasi untuk membantu proses dan memantau penghitungan suara."

Poin ketiganya: "Kepada para pengelola lembaga survei terkait penghitungan cepat agar melakukan uji publik validitas data dengan mengklarifikasi metode dan sampelnya."

"Untuk kebaikan masa depan, pembenahan lembaga survei sangat diperlukan. Jangan sampai ada kesan ilmu pengetahuan (dalam hal ini statistika) itu tidak ada gunanya, atau hanya diperlukan bila menguntungkan suatu kelompok. Prinsip bahwa statistika itu untuk mencari kebenaran harus betul-betul dipegang," tulis Asep Saefuddin, guru besar statistika FMIPA IPB, Rektor Universitas Trilogi (MI, 15/7)

***

Kata kuncinya di situ: ilmu pengetahuan (sains). Definisi umum tentang ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

"Kok banyak ngutip-ngutipnya kayak gitu sih?" protes Pithagiras.

"Lagi buntu, lagi malas mikir," sahut Mamak Kenut.

"Tumben?" sela Udien.

"Ais sudahlah. Yang penting sekarang inti dari kutipan-kutipan itu," timbal Mamak Kenut.

"Apa?" tanya Radin Mak Iwoh.

"Berdasarkan kutipan-kutipan dan definisi di atas (caelah Mamak Kenut kok kayak belajar menulis paper lagi), jelaslah hasil penelitian-penelitian (ilmu-ilmu yang dihasilkan dari survei) tersebut harusnya memberi pencerahan kepada masyarakat. Bisa menjelaskan menjadi lebih jelas dan bukannya tambah mak jelas," kata Mamak Kenut.

"Jadi siapa yang menang?"

"Eh, kok balik ke situ. Tunggu aja tanggal 22 Juli..."

"Begitu ya?"

"Ya, begitu!" n


Lampung Post, Kamis, 17 Juli 2014 

Tuesday, July 15, 2014

Kendati Puasa...

Oleh Udo Z. Karzi


RAMADAN memang bulan istimewa. Saking istimewanya, banyak ironi yang terjadi pada bulan ini. Banyak yang aneh-aneh pada bulan ini.

Ini misalnya: Kendati bulan puasa, Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Lampung tetap memberikan pelatihan kepada para pengelola perpustakaan sekolah, pekon (desa), dan taman bacaan di 15 kabupaten/kota se-Lampung. (Lampost, 14 Juli 2014). 

"Aneh juga kenapa kalimatnya seperti itu. Kenapa kok puasa menjadikan acara pelatihan pengelolaan perpustakaan sebagai kegiatan yang luar biasa?" celetuk Mat Puhit.

"Kalau puasa kan lemas. Kasianlah panitianya," kata Radin Mak Iwoh.

"Ala, puasa tidak boleh membuat orang bermalas-malasan. Puasa tidak boleh menghentikan program yang seharusnya jalan. Masa gara-gara puasa semua kerjaan harus ditunda...," Minan Tunja gemes.

La, iya. Lihat saja Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 dan pelaksanaan Piala Dunia 2014 di Brasil yang baru saja ditutup kemarin, tetap dilaksanakan kendati secara kebetulan pada bulan puasa. Kendati puasa, beberapa pesepak bola muslim tetap menjalankah ibadah puasa.

Kendati puasa, orang-orang tetap saja berkampanye hitam, menebar berita bohong, fitnah, dan bikin survei ecek-ecekan sesuai pesanan pihak yang bayar. Kendati puasa, kecurangan tetap mewarnai pilpres, me-mark up jumlah suara salah satu capres, dan sebaliknya mengurangi jumlah suara capres lawannya.

Kendati puasa, penjambretan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, dan berbagai jenis kejahatan lain tetap berlangsung, bahkan bertambah marak. Kendati puasa, nafsu yang harus dikekang justru diumbar, makan-minum justru lebih banyak dibanding ketika tidak puasa, tingkat konsumsi malah meningkat pesat, bahkan diam-diam tambah rajin korupsi. 

Kendati puasa, Israel tambah menggila. Setelah lebih dari sepekan membombardir roket ke Gaza, Minggu (13/7), pasukan Israel melancarkan serangan darat. Sebelumnya, pasukan Angkatan Laut Israel terlibat baku tembak dengan milisi Hamas di kawasan pesisir Gaza. Artinya, kendati puasa dan kendati dikutuk dari berbagai penjuru dunia, Israel tetap menjalankan aksi pembantaian biadab warga sipil Palestina tanpa perikemanusiaan.

Untungnya, kendati puasa, massa dan mahasiswa di Lampung seperti juga di berbagai pelosok Tanah Air dan dunia menggalang dana kemanusiaan peduli korban Gaza.

Kendati puasa, kita berharap pengumuman hasil pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) 22 Juli nanti berjalan aman dan damai. Semua pihak mau menahan diri. Dan pada saatnya, capres dan pendukungnya yang kalah akan bisa berbesar hati menerima kekalahannya.

Kendati puasa, kita semoga tetap tak mudah marah, banyak menebar senyum karena senyum adalah sedekah, dan tetap berbahagia menatap masa depan demokrasi di negeri ini.

Kendati puasa... n  


Lampung Post, Selasa, 15 Juli 2014

  

Monday, July 14, 2014

Mengaku Pakar

Oleh Udo Z. Karzi


UNTUNG bener di Indonesia banyak pil. Bukan pria idaman lain, melainkan pemilihan. Pil itu mulai dari pil-RT, pilkades, pilbup/pilwako, pilgub, pileg hingga pilpres. Kontestasi-kontestasi tersebut paling tidak telah membuka peluang kerja yang lumayan besar bagi banyak pihak: tim pemenangan, tim kampanye, juru bicara, dan seterusnya.

Saat ini yang masih belum juga dingin adalah pilpres, 9 Juli lalu. Sebelumnya, tarik-ulur pelaksanaan pemilihan gubernur Lampung, tahun depan ada lagi pilkada di beberapa kabupaten/kota di Lampung.
Inilah rupanya pasar tenaga kerja yang kini semakin luas di era demokrasi mulai laku di negeri ini. Banyak profesi baru terkait pil-pil ini.

Tapi, ada yang mengkhawatirkan dari fenomena ini. Koordinator Tim Citra Indonesia Soeyanto mengirim pesan pendek: "Saat hari-hari tenang menjelang pilpres, banyak sekali yang mengaku-ngaku pakar, pengamat, peneliti, surveyor, serta komentator bicara bebas dan suka-suka di media terkait analisis mereka tentang capres, kekuatan parpol-parpol pendukung, dan peta wilayah-wilayah pendukung. Ini adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab karena apa yang mereka bicarakan itu banyak biasnya terkait data yang masih data yang masih dinamis. Segala ucapan mereka dapat menumbuhkan persepsi tertentu dan berpihak. Media yang melakukan ini telah melakukan pelanggaran etik atas niatan adanya hari tenang. Ke depan harus ada aturan jelas dan tegas mengenai hal ini terkait siapa-siapa yang kredibel bicara dan batasan apa-apa yang perlu dibicarakan." (Lampung Post, 9 Juli 2014)

Betul juga. Bacalah koran atau lihat tipi, perdebatan masih saja sengit soal siapa pemenang pilpres. Tengok siapa narasumbernya. Selain orang lama, ada banyak yang baru: pakar baru, pengamat baru, peneliti baru, surveyor baru, serta komentator baru. Yah, semoga saja mereka-mereka bukan pakar palsu, pengamat palsu, peneliti palsu, surveyor palsu, serta komentator palsu.

Tapi, memang susah juga membedakan yang asli dengan yang palsu. Cuma masyarakat saja yang dibuat bingung. Paling-paling Mamak Kenut aja yang mengernyitkan pakar si A kok ngomong kayak gitu. Si B mesti begitu.

"Pakar kok omongannya kek gitu?"

"Pengamat kok ngotot amat?"

"Induh weh, " kata Minan Tunja.

Terserah deh. Tapi jangan lupa etika akademik. "Berkata benar itu baik, berkata arif itu lebih baik lagi," ujar Andi Hakim Nasution. Lalu, Andi pun memberikan pedoman kerja bagi para ilmuwan, dosen, yang juga harus melakukan penelitian, yakni  (1) Bekerjalah dengan jujur; (2) Janganlah sekali-kali menukangi data; (3) Selalulah bertindak tepat, teliti, dan cermat. (4) Berlakulah adil terhadap pendapat orang lain yang muncul terlebih dahulu; (5) Jauhilah pandangan berbias terhadap data dan pemikiran orang lain; dan (6) Janganlah berkompromi, tetapi usahakanlah menyelesaikan permasalahan secara tuntas.

Jadi, kalau jadi pakar, pengamat, peneliti, surveyor, komentator, atau apa pun yang terkait dengan keilmuan; jangan ngasal geh! n


Lampung Post, 14 Juli 2014


Saturday, July 12, 2014

Kotak-katik Kotak

Oleh Udo Z. Karzi


KOTAK-KOTAK makin ngetop aja. Apalagi setelah Joko Widodo menjadi gubernur DKI Jakarta. Apalagi setelah menjadi calon presiden dan berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) delapan lembaga survei mengungguli Prabowo dalam Pemilihan Presiden 9 Juli 2014.

Tapi, kotak-kotak tak hanya sekarang terkenal. Udo Z. Karzi, misalnya, menulis tentang kotak-kotak ini di Republica No. 2, Desember 1990. "Apa sih istimewanya kotak? Untuk apa sih menciptakan kotak-kotak?" gugat Udo waktu itu.

Seiring perjalanan waktu, ternyata kita memang butuh kotak. Terbaru, baju kotak-kotaknya Jokowi ternyata menciptakan kotak bernama Jokowi-JK yang berhadap-hadapan dengan (tanpa) kotak Prabowo-Hatta dalam pilpres. Dua kotak besar ini telah melahirkan keterbelahan dalam masyarakat sebelum, saat, dan setelah pilpres.

Maka, berhamburanlah kabar bohong, fitnah, kampanye hitam, tabloid Obor Rakyat, tabloid Obor Rahmatan Lil Alamin, saling hujat, ejek-mengejek, cibiran dibalas cibiran, hinaan dilawan hinaan, bahkan PHK (pemutusan hubungan kawan), baik langsung maupun tidak langsung melalui teknologi informasi semacam Facebook, Twitter, BBM, dan SMS.

"Pemilu tahun ini penuh kecurangan. Panitia pilpres saja sudah berpihak ke Jokowi!" tuding Mat Puhit tiba-tiba.

"Eit, jangan sembarang tuduh, dong! Mana buktinya?" sahut Radin Mak Iwoh.

"Iya, Mat. Kok ngomong ngawur kayak gitu?" sambung Mamak Kenut ngeliat Radin Mak Iwoh sudah platat-plotot.

Bagaimana pun kerja keras Radin Mak Iwoh sebagai petugas KPPS (kelompok panitia pemungutan suara) yang kredibel dan punya integritas harus dihargai.

"Hehee... Na, temon kidah. Waktu saya datang ke TPS tanggal 9 kemarin, tempo hari petugas sudah kasih kotak. Baju kotak-kotak itu kan baju kampanyenya Jokowi. Kan benar petugasnya... mendukung Jokowi," jelas Mat Puhit.

"Hahaaa...."

"Pemilu tanpa kotak gimana dong. Surat suara yang sudah dicoblos mau ditarok di mana?" tambah Mat Puhit.

"Wa, Mat Puhit... ini sih kampanye hitam. Fitnah tahu...," ujar Minan Tunja.  

Ya elah, kalau begitu sih, semua butuh kotak: kotak pos, kotak makanan, kotak minuman, kotak pensil, kotak sampah, kotak tisu, ... kotak-kotak, kotak-kotak.

Betul, tapi jangan terlalu fanatiklah dengan kotak. "Enggak usah berlebihanlah memfavoritkan seorang calon presiden apalagi sampai menjelek-jelekkan, memfitnah, bahkan memusuhi pendukung calon lain. Kita dengan Pak Capres enggak kenal, malah jadi ribut, musuhan atau enggak enakan dengan yang kita sudah kenal, bahkan kenal lama," tulis Yuzirwan Zubairi (Uneg-eneg Capres, Kompasiana, 8 Juli 2014).

Benar kita suka dengan kotak. Kita juga kadang bikin kotak seperti nama Tantri dkk. dengan grup musik, Kotak.

Kotak-kotak itu penting enggak penting. Penting untuk identitas, meraih dukungan, dan tolong-menolong. Tapi, celaka kalau kita cuma merasa benar sendiri, hebat, dan tak mau menghargai orang (kotak) lain.

Akhirnya, ini sih benar-benar cuma kotak-katik kotak! Hehee... n 


Lampung Post, Sabtu, 12 Juli 2014

Saturday, July 5, 2014

Abdul Moeloek

Oleh Udo Z. Karzi


SEBUAH nama mencuat. Dalam sembilan kontrak perjuangan rakyat Jokowi-JK, tersebutlah nomor 5 yang berbunyi "Piagam Abdul Moeloek, komitmen untuk untuk perjuangan bagi tenaga kesehatan, apa pun profesinya."

"Aih, mulai kampanye Jokowi lagi, nih," kata Radin Mak Iwoh.

"Enggaklah, saya tetap pada posisi tidak mendukung siapa-siapa. Saya hanya tertarik dengan nama Abdul Moeloek," sahut Mamak Kenut.

"Memang siapa dia?" kejar Udien.

"Tetanggaku dulu di Liwa," sahut Mamak Kenut.

"Yang serius dulu, weh," kata Pithagiras.

"Ya, benarlah. Ia putra terbaik Lampung yang namanya juga diabadikan untuk nama rumah sakit umum daerah Lampung, yaitu RSUD Abdul Moeloek, sebagai penghargaan terhadapnya perjuangannya di bidang kesehatan di negeri ujung pulau ini," terang Mamak Kenut lagi.

"Ee, iya. Betul ia tokoh kesehatan Lampung," sambung Minan Tunja.

"Betul. Namanya namanya juga tercatat dalam buku 100 Tokoh Terkemuka Lampung yang diterbitkan Lampung Post, 2008."

***

Abdul Moeloek (lahir di Padangpanjang pada 10 Maret 1905 dan meninggal di Bandar Lampung, 1973) adalah pelopor kesehatan medis di Bumi Ruwa Jurai. Liwa dan Krui adalah tempat pengabdian pertama dokter lulusan Stovia/GH, Jakarta (1932). Lima tahun (1940—1945) menjadi dokter di sana, sentuhan tangannya identik dengan kesembuhan orang sakit.

Kehadiran Abdul Moeloek di Liwa dan Krui telah membuka kesadaran masyarakat tentang dunia medis. Apa pun jenis penyakitnya, masyarakat optimis sembuh jika diobati dokter asal Sumatera Barat itu. Pasiennya bahkan meluas sampai daerah Muara Dua, Sumatera Selatan.

Dia adalah direktur kelima Rumah Sakit Tanjungkarang (sebelum diubah menjadi RSUD dr. Haji Abdul Moeloek), dan paling lama memegang jabatan sebagai direktur (selama 12 tahun, 1945—1957).

Tahun 1935, ayah mantan Menteri Kesehatan Farid Anfasa Moeloek ini menjadi kepala RS Bangkiang. Dua tahun kemudian (1937), suami dari Hj. Poeti Alam Naisjah dan ayah lima anak ini ditempatkan lagi di RS Kariadi Semarang.

Saat menjadi dokter di Liwa, Krui, dan Muara Dua, Abdul Moeloek sempat diangkat sebagai "Bupati Perang" di Liwa dengan pangkat mayor tituler. Gubernur Perang-nya adalah dr. Abdul Gani yang saat itu gubernur Sumatera Selatan.

Ia dikenal sangat disiplin, pekerja keras, tegas, jujur, dan dekat pada masyarakat. Ketika militer Jepang merekrut banyak warga untuk dijadikan romusa (pekerja paksa yang tak dibayar) di Palembang, misalnya, dia punya trik khusus. Saat itu, banyak romusa yang tidak pulang lagi karena meninggal akibat sakit atau kurang makan.

Setelah lima tahun di Pesisir Barat-Lampung Barat-Sumsel, Abdoel Moeloek ditempatkan di RS Tanjungkarang (1945). Satu-satunya dokter saat itu, dia menjabat kepala RS Tanjungkarang dan RS Tentara Tanjungkarang, setelah kedua rumah sakit itu diambil alih dari tangan Jepang.

Peranan Abdul Moeloek menjadi penting dan sangat strategis pada saat perang kemerdekaan (1945—1950). Ia menyuplai obat-obatan kepada para gerilyawan Lampung. Ia juga terjun langsung menangani korban perang.

Meski demikian, ia tetap menjaga dedikasi dan profesionalitasnya sebagai dokter. Suatu hari, terjadi clash (pertempuran) antara tentara gerilya dan Belanda. Dengan pita palang merah di lengan, ia mengobati korban-korban. Bukan hanya pejuang Republik, melainkan juga tentara Belanda.

Untuk merawat korban perang yang terus berdatangan, Abdul Moeloek dan paramedis RS Tanjungkarang bekerja siang dan malam. Dia amanatkan pada seluruh tenaga medis agar mengobati siapa saja yang dibawa ke rumah sakit. Tidak membeda-bedakan prajurit Indonesia atau Belanda.

***

Melihat pengabdiannya bagi kemanusiaan, kata Mamak Kenut, wajar jika nama Abdul Moeloek kini pun diabadikan sebagai sebuah piagam perjuangan bagi membangun kesehatan masyarakat. n


Lampung Post, Sabtu, 5 Juli 2014