Monday, September 26, 2016

Literasi

Oleh Udo Z Karzi

TURUT bergembira atas dikukuhkannya Yustin Ridho Ficardo menjadi Duta Baca Lampung. Pengukuhannya dilakukan Tim Perpustakaan Nasional yang diwakili Deputi Bidang Pengembangan Sumberdaya Perpustakan dalam peringatan Hari Kunjungan Perpustakaan, di Perpusda Provinsi Lampung, Rabu (21/9/2016).

Selanjutnya, akan ada pemilihan Duta Baca Indonesia (DBI). Dua orang Duta Baca Indonesia yang telah terpilih dan telah melaksanakan tugasnya dengan baik sebelumnya adalah Tantowi Yahya untuk periode 2006--2010 dan Andi F Noya untuk peride tahun 2011 s/d tahun 2015.

Mengutip laman http://perpusnas.go.id, tugas utama Duta Baca Indonesia adalah sebagai motivator nasional peningkatan minat baca masyarakat,serta sebagai pengungkit dan/atau memperkuat kegiatan Perpusnas dalam mengkampanyekan Gerakan Nasional Pembudayaan Kegemaran Membaca secara sinergis dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Seorang DBI inijuga mampu menjadi panutan/idola dan memperkuat kegiatan serupa yang diselenggarakan oleh daerah, sehingga visi nasional “Indonesia Gemar Membaca 2019” optimis dapat tercapai.

Itu sudah, sekarang pertanyaannya bagaimana membangkitkan gemar membaca di Bumi Ruwa Jurai. Dan, ini menjadi PR penting Duta Baca Lampung.

Tapi, saya tak khawatir. Sebagaimana diberitakan, Aprilani Yustin selain dikenal menaruh perhatian tinggi terhadap anak-anak usia dini di Lampung ini, juga menekankan untuk bersama-sama menumbuhkembangkan minat baca anak sejak dini, sehingga anak-anak bisa tumbuh dan berkembang dengan cepat.

“Yuk Kita membaca, kenalkan buku sejak dini pada anak. Kita sebagai orang tua sesibuk apapun harus care terhadap anak, karna membaca merupakan kunci untuk membuka wawasan dan kunci perkembangan anak kita,” ajak Yustin usai dinobatkan sebagai Duta Baca.

Saya pun menyambut, "Ayuuk!"

Saya sebenarnya, kepengen cerita tentang literasi. Ya, itu tadi hal membaca dan -- karena yang dibaca itu tulisan – hal menulis. Konon, katanya di Negeri Ujung Pulau ini dunia literasi cukup bergairah. Meskipun lebih sering lesu darah.

Tapi, ah, itu nanti saja kalau ada kesempatan.

Tabik! []


~ Fajar Sumatera, Kamis, 22 September 2016

Thursday, September 15, 2016

Mak Ganta, Kapan-kapan Aja…

Oleh Udo Z Karzi


GUBERNUR Lampung M Ridho Ficardo berkomitmen untuk mempercepat sistem pelayanan publik untuk mendukung reformasi birokrasi di Lampung.

Dan agaknya, Pak Gub tak sekadar omong karena nyatanya Lampung mendapat penghargaan inovasi pelayanan publik dari Kemenpan-RB pada Maret 2016 lalu. Lampung masuk 12 besar kategori provinsi yang melakukan inovasi pelayanan publik melalui Rumah Sakit Keliling.


"Pelayanan publik di Lampung cukup baik," puji Deputi Bidang Pelayanan Publik Kemenpan-RB Diah Natalisa kala berkunjung ke Negeri Ujung Pulau ini, Selasa, 13/9/2016.

Yah, semoga saja memang benar ada perbaikan yang signifikan dalam pelayanan publik dari birokrasi di provinsi ini.

Dengan begitu, kita tidak akan mendengar lagi pasien ditelantarkan pihak rumah sakit. Malah yang parah, ada kisah kakek pasien sebuah rumah sakit pemda, yang dibuang di jalanan. Kita tidak menjumpai lagi ada pasien yang merasa dipersulit dalam mengurus BPJS Kesehatannya.

Paramedis bekerja dengan penuh tanggung jawab merawat dan mengobati orang sakit tanpa membedakan status sosial orang tersebut, mau miskin, mau kaya, mau rakyat jelata, mau pejabat, mau ganteng, mau jelek, ... semua sama perlakuannya.

Tugas ini memang tugas kemanusiaan karena itu petugas kesehatan akan berbuat sebaik mungkin demi meningkatkan derajat kemanusiaan itu. Harkat dan martabat manusia itu sama semua di mata Yang Mahakuasa. Karena itu, tidak ada tempat untuk merendahkan sesiapa pun, semua berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sebagai warga negara.

Ya, itu sebenarnya inti dari keberadaan birokrasi: melayani masyarakat. Melayani berarti pula memberi kemudahan, melancarkan urusan, dan menyederhanakan masalah yang dialami warga sehingga kepentingan masyarakat dapat terakomodasi.

Kalau itu yang berlaku dalam tubuh birokrasi, alangkah senangnya kita sebagai warga negara. Alangkah indahnya kehidupan berbangsa-bernegara kita jika kita menemukan senyum, tutur kata, dan sikap ramah dari para birokrat ketika kita berurusan dengan mereka di setiap tingkatan pemerintahan di negeri ini.

Pokoknya, asyik!

Tapi, astaga, seorang teman bercerita tentang anaknya yang berobat ke rumah sakit pemerintah. Tak usah diceritakan mengenai cara pelayanan rumah sakit, tetapi betapa ironinya. Anaknya sakit mata, tetapi dari apotek malah memberi anaknya obat tetes telinga. Salah resep.

Sebelumnya, ada cerita tentang ibu yang disuruh pulang, tetapi bayi yang baru ia lahirkan ditahan pihak rumah sakit. Alasannya si bayi belum punya BPJS dan masih perlu perawatan.

Lalu, hari-hari ini kita masih menemui betapa rumit dan melelahkan pengurusan KTP-e.

Nyatanya, masih berlaku ujaran lama tentang birokrasi: Kalau bisa disulit kenapa mesti dipermudah, kalau bisa nanti kenapa mesti sekarang?  Bahasa sininya: Mak ganta, kapan-kapan aja…

Oh, birokrasi. Oh, birokrat. []


~ Fajar Sumatera, Kamis, 15 September 2016

Tuesday, September 6, 2016

Bukit Randu Longsor

Oleh Udo Z Karzi


BANDARLAMPUNG itu manis karena berbukit-bukit dan berlembah-lembah. Namun, selalu saja ada yang merasa perlu 'menambah' keelokan kota itu dengan berbagai usaha.

Cerita tentang bukit longsor atau banjir karena tanggul bukit ambrol berkali-kali terjadi. Berkali-kali diingatkan agar tidak menggunduli atau mengganggu kelestarian bukit dengan berbagai kegiatan usaha, berkali-kali juga diabaikan.


Setiap kali menulis tentang bukit-bukit di Kota Tapis Berseri, setiap kali pula terbayang tentang bahaya yang mengancam. Dan, innalillahi wainna ilaihi rajiun, Bukit Randu yang di atasnya berdiri Hotel dan Restauran Bukit Randu pun longsor, Kamis (1/9).

Tembok rumah Syahrudin jebol akibat terkikisnya tebing dari imbah yang keluar dari Bukit Randu. Dentuman longsor yang begitu keras mengejutkan keluarga Syahrudin yang tinggal di Kelurahan Kebonjeruk RT 008 LK II, Bandarlampung. Rumahnya jebol akibat longsor dari Hotel Bukit Randu.

Longsor tersebut akibat air pembuangan limbah yang mengalir melalui tebing di belakang rumah warga. Perlahan-lahan tebing menjadi erosi akibat limbah masuk ke permukiman. Tembok rumah Syahrudin jebol akibat terkikisnya tebing dari imbah yang keluar dari Bukit Randu.

Memang tidak ada korban jiwa. Tapi, seperti dituturkan Syahrudin, longsor susulan masih menghantui. Mereka tidak menyadari jika limbah yang mengalir dari tebing selama ini bakal menghancurkan tembok rumah. Limbah memang mengalir, tetapi masuk ke sumur di samping rumah yang berada di sebelah.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung Hendrawan mengecam Hotel Bukit Randu yang lalai memperhatikan dampak ingkungan di seputar bukit.

Longsor Bukit Randu ini bukan pertama kali terjadi. Tahu demikian, mesti dilakukan antipasipasi dini agar tak terulang lagi. Harus ada evaluasi menyeluruh mengenai keberadaan hotel di bukit ini.

Kalau ada pelanggaran dalam kasus ini, harus ada sanksi tegas. Keselamatan warga kota penting menjadi perhatian pemerintah kota. Jangan hanya mengutamakan pendapatan, tetapi lupa dengan masyarakat yang malah dirugikan, bahkan terancam nyawa. []


~ Fajar Sumatera, Senin, 5 September 2016