Tuesday, January 31, 2017

Kopi dan Literasi

Oleh Udo Z Karzi


ENTAH benar-entah tidak saya bilang saja: "Memang mesti banyak-banyak ngupi -- utamanya kupi lampung -- untuk jadi penulis keren. Beneran ini! Coba cek daerah penghasil kopi, mesti banyak menghasilkan penulis."

Saya menjadi pembicara bersama pustakawan SMAN 2 Metro Luckty Giyan Sukarno di Sesi IV Literasi dan Kopi: Belajar Pengalaman dari Kota Lain dalam Konferensi Kedai Kopi di Pojok Topten, Metro, Minggu, 29/1/2017 pagi.

Pengalaman pribadi saya, memang ketika membaca dan menulis yang menjadi inti dari literasi, saya memerlukan kafein yang cukup untuk sekadar meningkatkan konsentrasi dan meransang bekerjanya otak saya.

Maka, saya pernah protes keras begitu ada peraturan dilarang membawa makanan dan minuman ke ruang kerja. "Ngggak bisa. Saya nggak bisa mikir di depan komputer kalau tak ada kopi di dekat saya," kata saya.

Satu lagi: saya tak pakai gula. Ya, kopi pahit. Tak perlu banyak-banyak. Satu gelas di depan saya itu tidak langsung habis, berjam-jam kemudian baru tandas. Sering malah kelupaan meminumnya sampai dingin.

Walau sudah habis dan isi gelas tinggal ampasnya, biasanya gelas itu dibiarkan saja menemamani saya bekerja. Entahlah kopi dan gelas itu seperti mensugesti saya untuk terus memencet-mencet keyboard.

Pekerjaan rampung dan saya pulang, sementara gelas berisi ampas kopi itu masih saja setia menunggui meja dan komputer yang sudah dimatikan.

Antara kopi dan literasi, barangkali tak ada hubungannya. Tapi, saya tetap menganjurkan ngupi, ngebaca, dan nulis (3N) -- saya tak suruh ngudut karena saya tidak merokok -- dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan. Sebab, tiga kegiatan ini sangat bermanfaat bagi yang melakukannya.

Ada yang bilang, "Jangan banyak-banyak ngupi, nanti mabuk."

Saya sahuti, "Mabuk kupi tambah seru karena tambah kreatif!"

Kabar terakhir sekarang sudah berhasil diciptakan wine yang terbikin dari kopi. Na, benar kan bisa mabuk kupi. Tapi, tak berbahaya bagi tubuh. Itu yang penting.

Jangan percaya sakit karena kopi. Yang salah bukan kopinya, melainkan cara ngupinya yang keliru. Saya juga baru dengar dari pemilik Kedai Pojok Topten Rahmatul Ummah yang mengatakan, "Kopi ternyata bagus untuk meningkatkan kualitas sperma laki-laki."

Makanya, ia dan teman-teman bikin kedai kopi yang memadukan aktivitas ngupi, ngudut, nganik, ngebaca, dan nulis ... nah malah jadi 5N.

Kesimpulannya, mari membangun tradisi ngupi sekaligus mengembangkan dunia literasi! []


Fajar Sumatera, Selasa, 31 Januari 2017