Friday, April 19, 2019

Gegara Story Telling

Oleh Udo Z Karzi


GEGARA story telling, yang dibilang sama Bupati Way Kanan Raden Adipati Surya (Tribun Lampung, 18/4/2019), saya jadi ingat guru bahasa Inggris saya di kelas 1 SMP Liwa.
S. Sianturi. Apa kepanjangan S-nya, sampai sekarang kami tidak tahu. "Gak usah ditanya. Panggil saja Sianturi, Pak Sianturi," kata dia waktu memperkenalkan diri di depan kelas.

Selain guru bahasa Inggris, Pak Sianturi wali kelas kami. Karena tinggal di Liwa, ia juga menguasai banyak kosakata Lampung. Ia pula yang bilang, bahasa Lampung banyak kesamaan dengan bahasa Batak.

Ketika mengajar, suka-suka dia saja membuat contoh dari kosakata Lampung. Misalnya,
- kuwol (tunggal)---> kuwols (jamak)
- halipu (tunggal)---> halipus (jamak)

Saya ingat, sekali waktu saat materi Present Continuous Tense. Ia pun menjelaskan perubahan kata kerja dalam Present Continuous Tense ini:
- do ---> doing
- cook ---> cooking
- study ---> studying
....

Apa lagi?

"'Miss' jadi 'missing'."

Satu kelas tertawa termasuk Pak Sianturi.

Setelah reda, Pak Sianturi, "Kenapa? Ada yang mising?"

Satu kelas ngakak lagi.

Lucu? Ya, iyalah "mising" dalam bahasa Lampung berarti buang air besar alias berak.
Satu kata lagi, yang kalau kami sebut, bakal kena marah atau kena strap sekelas adalah 'tell" yang menjadi "telling".

Kenapa memang? Ah, tak patut saya jelaskan artinya. Hahaa...

Makanya, saya anjurkan tak usah sering-sering "story telling" karena orang Lampung mesti bacanya "setori teling". Itu bahaya. Hahaa... Apalagi kalau ngomong "telling to you' " ke orang tua.
Ketimbang story telling, lebih baik gunakan kata "mendongeng" atau "bercerita". Bahasa Lampungnya, "bewarah" atau "buwarah".


Jumat, 19 April 2019

Wednesday, April 17, 2019

Ayo Memilih

Oleh Udo Z Karzi


TAK pelak pemilihan umum (pemilu) adalah satu-satunya cara suksesi, pergantian pemimpin negeri yang paling beradab dalam negara yang demokratis.

Bagi Indonesia, pemilu salah satu pilar utama dari sebuah proses akumulasi kehendak masyarakat. Tujuan pemilu sekaligus merupakan prosedur demokrasi untuk memilih pemimpin. Penting bagi warga Indonesia untuk memiliki sebuah proses untuk memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.

Dalam konteks inilah, Pemilu 2019 yang digelar serentak hari ini, Rabu, 17 April 2019, memiliki urgensi bagi eksistensi dan masa depan negara-bangsa kita. Pemilu 2019 meliputi Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), tidak hanya memilih Presiden dan Wakil Presiden, tapi juga anggota legislatif.

Dari pemilu ini pula wakil-wakil rakyat benar-benar dipilih oleh rakyat, berasal dari rakyat dan akan bekerja untuk kepentingan rakyat. Demikian juga presiden dan wakil presiden. Sedangkan tujuan pemilu adalah membentuk pemerintahan baru dan perwakilan rakyat yang benar benar bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Tujuan pemilu yang harus dicapai di antaranya, melaksanakan kedaulatan rakyat; perwujudan hak asasi politik rakyat; untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR, DPD dan DPRD, serta memilih Presiden dan Wakil Presiden; untuk melaksanakan pergantian personal pemerintahan secara damai, aman, dan tertib (secara konstitusional); dan menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

Mengingat pentingnya Pemilu, sangat dianjurkan setiap warga negara menggunakan hak pilih mereka. Keikutsertaan mereka dalam Pemilu sangat mempengaruhi legitimasi bagi mereka-mereka yang dipilih dalam menjalankan amanat rakyat.

Ya, jadilah pemilih cerdas agar pemilu berkualitas. Pemilu yang berkualitas tentu akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas pula.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini membeberkan kerugian pemilih yang mempunyai hak pilih, namun tidak menggunakannya pada Pilkada serentak 2018. Pertama, mempersulit kandidat yang disukai untuk terpilih. Jika kita golput, kandidatmu kekurangan satu suara untuk lebih dekat dengan keterpilihan.

Kedua, bisa jadi kandidat yang buruk yang terpilih. Apabila, pemilih telah menelusuri rekam jejak para kandidat dan tak menemukan ada kandidat cukup dianggap baik, maka sebaiknya tetap gunakan hak pilih. Caranya, pilihlah kandidat yang paling sedikit catatan keburukannya dan paling banyak catatan keberhasilannya. Siapa pun kandidat yang mendapatkan suara terbanyak, seburuk apapun, akan tetap terpilih dan memimpin daerahmu.

Ketiga, memperbesar potensi manipulasi suara. Saat seorang pemilih tidak menggunakan hak pilih, tersisa satu surat suara yang tak terpakai. Maka, suara yang tak digunakan tersebut membuka potensi manipulasi suara oleh oknum yang mungkin melakukan kecurangan. Satu suaramu yang tak digunakan, bisa saja berpindah ke perolehan suara suatu kandidat lain secara tidak sah.

Keempat, kehilangan peran untuk memperbaiki nasib negeri. Suara setiap pemilih memiliki dampak terhadap nasib rakyat dan daerahnya. Sebab, setiap kandidat memiliki visi-misi dan dan program kerja yang akan dijalankan ketika terpilih. Golput itu kamu melepas peranmu untuk ikut menentukan nasib negaramu selama lima tahun ke depan.

Kelima, pendapatan negara terbuang sia-sia. Penyelenggaraan Pemilu dibiayai oleh Anggaran Pendapatan, dan Belanja Negara (APBN). Karena itu, jika seorang pemilih memilih untuk golput atau tidak menggunakan hak pilihnya, maka anggaran negara akan terbuang sia-sia.

Jadi, hari ini mari kita datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memilih pemimpin kita, baik Presiden-Wakil Presiden maupun legistif (DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten, dan DPD RI).


Fajar Sumatera, Rabu, 17 April 2019

Monday, April 15, 2019

Masa Tenang

Oleh Udo Z Karzi



"THIS site can't be reached www.facebook.com took too long to respond." Begitu yang tertulis di layar komputer.

Ada apa? Ternyata, tidak hanya Facebook, tetapi juga WhatsApp dan Instagram juga mengalami gangguan. Facebook, WhatsApp, dan Instagram down di seluruh dunia, kabarnya.

Melansir laman Mirror, media sosial Facebook, WhatsApp, dan Instagram mengalami kendala pada Minggu (14 April 2019) sore.

Cuma sebentar. Saat tulisan ini hampir selesai dibikin, ketiga aplikasi ini mulai bisa diakses.

Tapi, tidak urung ada spekulasi pun bermunculan. Banyak pengguna Twitter di Indonesia menulis cuitan yang lucu.

"14 Maret WhatsApp, Instagram, & Facebook down. Dan sekarang 14 April down lagi. Kebetulan? #WhatsAppDown #InstagramDown #FacebookDown," tulis akun @putrambele

"WhatsApp, Facebook, Instagram down. Untung masih ada Twitter," imbuh akun @hasniarrofiq

"FACEBOOK INSTAGRAM WHATSAPPS DOWN ROAST NYA DI TWITTER TUMAN KALIAN HAMBA LEMAH TANPA SOSMED," tulis akun @bahagihya.

Ada apa sebenarnya?

"Itu Facebook, WA, dan IG tidak kuat menampung curhat, keluhan, bahkan caci maki para netizen," kata Mat Puhit asbun.

"Yang ilmiah dikitlah kalau ngomong," kata Minan Tunja.

"Ini jelas ada sabotase," sambar Udien.

"Nah, ini tambah ngawur," timpal Pithagiras.

"Jelas ada yang gak sirik dengan Facebook, WA, dan IG," Pinyut lebih ngacok.

Mamak Kenut yang mendenger keributan, mulai ceramah, "Kalian ini. Jangan tambah runyam keadaanlah. Coba berpikir positiflah."

"Maksudnya bagaimana, Mamak?" tanya Minan Tunja.

"Indonesia ini kah negera besar. Orang di seluruh dunia kan tahu negeri ini sedang menyelenggarakan Pemilu.  KPU menetapkan 14-16 April sebagai masa tenang Pemilu 2019. Para peserta pemilu dilarang berkampanye dalam bentuk apa pun di masa tenang ...," ujar Mamak Kenut lagi.

"Maksudnya?"

"Facebook, WA, dan IG yang biasanya tempat mengeluh, mengutuk, dan memaki sengaja tidak ingin diakses. Itu menghormati bangsa Indonesia yang tengah menjalankan masa minggu tenang selama tiga hari ini," jelas Mamak Kenut.

Bukannya dipercaya, omongan Mamak Kenut ini malah disambut rame-rame dengan seruan, "Huuu...."

Tambah mak jelas. Ditanya ke Radin Mak Iwoh, dia malah lagi sibuk bingung, memikirkan siapa pemimpin negeri yang terpilih.

"Masa iya?" dia malah bertanya.

Maka, pun mencoba Facebook.

"Ini bisa. Kalian ini jangan buat hoaks aja," omel Radin Mak Iwoh.

Maka beramai-ramailah Mat Puhit dkk mencoba Facebook, WA, dan IG, ternyata sudah bisa dibuka.

Horeee...

"Ehh, tetapi tetap ingat ya. Hari sampai 16 April minggu tenang ya. Jangan sampai kena semprit ya!"

Induh... []



Fajar Sumatera, Senin, 15 April 2019

Tuesday, April 9, 2019

Puco, Puhit, Puhitco

Oleh Udo Z Karzi


"PUCO, Puco... (baca: puko)," panggil Wan Agung.

"Siapa Puko," tanya saya.

"Ah, Ayah ini. Puco itu kelinci. Putih coklat, makanya dipanggil Puco."

***

Sekarang, Puco punya teman.

"Dikasih nama apa?"

"Puhit, Putih Hitam."

"Wah... itu sih Mat Puhit, temannya Mamak Kenut. Genti nama lain."

"Nggak bisa, Yah. Putih Hitam ya Puhit."

Tepok jidat.😀😜

***

Tambah lagi kelinci yang ketiga. Tiga warna.

"Apa namanya?"

"Puhitco, Putih Hitam Coklat."

"Hahaa... Dasar sanak lunik!"

"Unyiin..."


Selasa, 5 April 2019

Friday, April 5, 2019

Kelinci di Sangkar Burung

Oleh Udo Z Karzi



PULANG-PULANG, Kamis, 4/4/2016, Wan Agung lapor, "Agung melihara kelinci, Yah."

"Nggak ada tempatnya lo, Gung. Gak usah."

"Itu hadiah dari opa, Agung menang lomba," Wan Agung ngotot.

E iyaa, dia Juara Harapan III Lomba Kaligrafi dalam Festival Lomba Seni Islami di SDN 3 Langkapura, Senin, 1/4/2019, kemarin.

"Nggak usah, Gung. Gak ada kandangnya."

"Ayah yang beliin kandangnya."

Wan Agung menghilang. Tak lama muncul lagi membawa kardus berisi kelinci. Ternyata, sudah dibelikan sama opa dari Pasar Tani.

Jadilah, kesibukan baru sejak kemarin: mencari makanan kelinci, mengganti minumnya, dan segera mendapatkan kandang kelinci.


Jumat, 5 April 2019

Tuesday, April 2, 2019

Miskin Terlalu!

Oleh Udo Z Karzi


Bukan kumenolakmu untuk mencintaiku
tetapi lihat dulu siapakah diriku
karena engkau dan aku sungguh jauh berbeda
Kau orang kaya, aku orang tak punya

Sebelum terlanjur pikir-pikirlah dulu
Sebelum engkau menyesal kemudian

ANAK milenial mungkin asing dengan lagu dangdut "Termiskin di Dunia" ciptaan Endang Raes, yang dirilis tahun 1987, yang melambungkan nama Hamdan ATT ini. Tapi, tanya dengan Orla (orang lama), terutama penggemar dangdut sejati, mestilah dia akan terlonjak-lonjak langsung joget sambil menyenandungkan lagu ini.

Saya berusia 17 tahun saat lagu ini sedang di puncak ketenarannya. Boleh jadi, seorang remaja SMA seperti saya sangat sebel juga dengan lagu ini. Bukan apa, miskin kok kelewatan. Coba saja simak reff-nya:

Jangankan gedung gubuk pun aku tak punya
Jangankan permata uang pun aku tiada
Aku merasa orang termiskin di dunia
Yang penuh derita bermandikan airmata
Itulah diriku kukatakan padamu
Agar engkau tahu siapa aku

Benar-benar miskin deh. Kesian! Tapi, anehnya lagu yang seharusnya membuat kita -- eh, yang merasa miskin geh -- sedih, malah mengajak orang bergoyang dan bergembira. Meskipun penyanyinya, Hamdan ATT, kurang bisa joged, anehnya kalau mendengarkan lagu semacam ini kepengennya goyang aja.

Aneh memang lagu ini. Ini jadi bahan ledekan-ledekan.

“Tahu ATT?” tanya teman di tahun 1980-an itu.

“Enggak,” jawab saya.

“ATT itu anak tukang tahu,” kata teman itu sok tahu.

“Ah, yang benar?”

“Benarlah!”

Saya kemudian tahu nama lengkap penyanyinya, Hamdan Attamimi. Penyanyi kelahiran Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, 27 Januari 1949 ini pernah meraih AMI Award untuk Artis Solo Pria Dangdut (2004), AMI Award untuk Album Dangdut/Dangdut Kontemporer Terbaik dengan Album Hamdan ATT & Monata (2015), dan AMI Award untuk Artis Solo Pria Dangdut Kontemporer Terbaik dengan lagu "Ilusi Cinta" (2015).

Maafkan teman saya, Pak Hamdan atas kekurangajarannya itu.

Balik lagi ke lagu “Termiskin di Dunia”. Sempurnalah lagu ini meledek kemiskinan. Lagu ini bersama lagu-lagu sezamannya seperti Senyum Membawa Luka dan Gubuk Bambu (Meggy Z), Tembok Derita (Asmin Cayder), Sepiring Berdua (Ida Laila), dan Pak Hakim dan Pak Jaksa (Jaja Miharja) cenderung vulgar menggambarkan bagaimana orang tak berpunya begitu enjoy menikmati kepapaan mereka.

Hadapi kemiskinan itu dengan bernyanyi dan joged!

Repotnya buat saya, yang miskin terlalu sih enggak, kaya juga enggak. Ditambah lagi, saya gak bisa nyanyi, apalagi joget. Hehee… Paling-paling saya jadi pendengar lagu-lagu Doel Sumbang, Iwan Fals, Ebiet G Ade, Ahmad Albar, Nicky Astria, dll yang disetel teman kos di kamar sebelah. Jadi, susah sekali saya menikmati lagu-lagu dangdut yang 'jualan kemiskinan' itu.

Kala itu!

Sekarang, saya mulai belajar menggemari --sebagai pendengar saja, hihiii-- semua jenis lagu. Dari dangdut, saya belajar tentang perjuangan, cinta, dan prinsip hidup yang kemudian saya rumuskan menjadi "Biar miskin asal sombong!"

Ah, dangdut selalu menggairahkan!  []


Fajar Sumatera, Selasa, 2 April 2019