Oleh Udo Z. Karzi
III, takut. Rupanya pendidikan nasional telah menciptakan ketakutan nasional setiap tahunnya sejak 1999. Hari-hari ini minggu ini dan hari-hari ini beberapa minggu nanti, "hantu-hantu" telah, sedang, dan akan bergentayangan mulai dari sekolah dasar, SMP sederajat, hingga SMA sederajat.
Betapa menakutkan "teror mental" yang harus dihadapi anak-anak Indonesia di berbagai penjuru angin, di kota-kota hingga pelosok-pelosok perdesaan. Semua serbamengkhawatirkan, semua harap-harap cemas, semua tengah menunggu-nunggu kapankah "siksaan" itu berakhir.
Hantu itu bernama ujian nasional. Betapa menyeramkan sosok ini. Tak cuma siswa, orang tua, guru, sekolah, institusi pendidikan, bahkan kepala daerah pun seperti ketakutan.
***
Mamak Kenut membaca ada ada siswa dicomot pelisi karena curang saat UN. Guru pun bisa menjadi tersangka "kejahatan pendidikan". Di Kabupatan Bengkulu Selatan, 15 kepala sekolah ditangkap karena diduga membocorkan soal ujian.
Lengkap sudah penderitaan. Pendidikan (baca: UN) hanya mengajarkan kejahatan, kebohongan, dan mentalitas menerabas. Tak ada kejujuran. Penyelewengan dan penyimpangan menjadi sah dengan syarat tidak ketahuan. Lihatlah contoh nyata: Siswa, guru, dan kepala sekolah tertangkap melakukan kecurangan.
Padahal, pelajaran korupsi dimulai dari ketidakjujuran. Dan sekarang, sekolah, dari yang paling dasar hingga yang paling tinggi justru mengajarkan cara-cara yang jauh dari nilai-nilai kejujuran itu.
***
Mat Puhit menerawang puluhan tahun lalu. Rasanya, waktu sekolah dulu, tak setegang anak sekolah sekarang-sekarang ini. Sepintar-pintarnya (baca: bloon!) Pinyut, menjelang ujian atau ulangan malah lebih senang keluyuran. Yang belenyon ya Mamak Kenut, besok mau ujian dia malah baca novel Senopati Pamungkas berjilid-jilid karya Arswendo Atmowiloto. Deket-deket ujian, Minan Tunja makin rajin ngerumpi. Yang sedikit serius meski nggak sampai stres paling si Pithagiras.
Tapi, Pithagiras asyik, nggak pelit mau bagi-bagi jawaban saat ujian. Itu yang penting. Hehehee...
***
Sekarang? Semua kok serbaketakutan.
Mat Puhit bertanya, "Ada apa dengan pendidikan kita?"
Minan Tunja: "Mengapa pendidikan hanya menciptakan ketakutan?"
Udien: "Mengapa pendidikan melahirkan kepalsuan-kepalsuan?"
Pithagiras: "Eh, sudah. Pendidikan buat kita pinter, tahu!"
Mamak Kenut: "Hahahaa...."
Lampung Post, Kamis, 23 April 2009
Thursday, April 23, 2009
Tuesday, April 14, 2009
Hidup 'Aja' dengan Baik
Oleh Udo Z. Karzi
PEMIMPIN Libia Muammar Qadafi mengingatkan Presiden AS Barack Obama untuk berhati-hati karena Obama besar kemungkinan menjadi target pembunuhan seperti yang dialami presiden AS sebelumnya, seperti John F. Kennedy dan Abraham Lincoln.
Qadhafi mengatakan Obama ibarat setitik harapan di tengah kegelapan para imperialis. Tapi kekuatan-kekuatan gelap itu, tidak akan membiarkan Obama merealisasikan rencana-rencana pemerintahannya.
"Ada kekhawatiran bahwa kekuatan-kekuatan itu akan melikuidasi Obama, seperti mereka melikuidasi Kennedy, Martin Luther King, dan Abraham Lincoln," ujar Qadhafi.
Raja Lu Ai Gong bertanya pada Konfusius, "Apakah benar nasib dari suatu bangsa ditentukan dari langit dan bukannya dari tindakan-tindakan pemimpinnya?"
Konfusius menjawab, "Nasib negara Anda akan tergantung pada tindakan-tindakanmu sendiri. Dalam kasus tertentu tindakan Anda itu tidak dapat mengubah nasib bangsa Anda."
Kehidupan tidaklah terjadi pada kita secara acak (sembarangan), tetapi kita menentukan nasib-nasib kita sendiri melalui keputusan-keputusan yang kita buat. Kita memutuskan apa yang hendak kita perhatikan dan apa yang kita abaikan, kapan kita bangun dan kapan kita tidur, mau seberapa keras bekerja dan seberapa banyak bermain, seberapa banyak menikmati saat itu, seberapa banyak menabung untuk esok hari, seberapa mau dibagikan kepada orang-orang lain, dan mana yang disimpan untuk diri sendiri, kapan bertahan dan kapan mengalah. Watak itu sebuah program yang menentukan jenis-jenis pilihan apa yang akan kita buat dalam berbagai macam situasi.
Nasib--ngetop dengan suratan nasib, suratan tangan atau suratan takdir --telah tertulis di lauh mahfudz sebagai takdir dan manusia tak berdaya mengubahnya. Meski demikian, dia tidak hitam-putih. Sebab, Allah Maha Berkehendak dan Mahatahu. Sedangkan, manusia memiliki daya pilih dan daya upaya, bebas menentukan perbuatannya dan mampu mempengaruhi masa depan dan nasibnya dan dapat pula mengubahnya sendiri.
Nasib ya nasib. Tapi, hidup tak menunggu nasib. Jadi, hidup aja dengan baik! Kayak apa, entahlah.
Lampung Post, Selasa, 14 April 2009
PEMIMPIN Libia Muammar Qadafi mengingatkan Presiden AS Barack Obama untuk berhati-hati karena Obama besar kemungkinan menjadi target pembunuhan seperti yang dialami presiden AS sebelumnya, seperti John F. Kennedy dan Abraham Lincoln.
Qadhafi mengatakan Obama ibarat setitik harapan di tengah kegelapan para imperialis. Tapi kekuatan-kekuatan gelap itu, tidak akan membiarkan Obama merealisasikan rencana-rencana pemerintahannya.
"Ada kekhawatiran bahwa kekuatan-kekuatan itu akan melikuidasi Obama, seperti mereka melikuidasi Kennedy, Martin Luther King, dan Abraham Lincoln," ujar Qadhafi.
Raja Lu Ai Gong bertanya pada Konfusius, "Apakah benar nasib dari suatu bangsa ditentukan dari langit dan bukannya dari tindakan-tindakan pemimpinnya?"
Konfusius menjawab, "Nasib negara Anda akan tergantung pada tindakan-tindakanmu sendiri. Dalam kasus tertentu tindakan Anda itu tidak dapat mengubah nasib bangsa Anda."
Kehidupan tidaklah terjadi pada kita secara acak (sembarangan), tetapi kita menentukan nasib-nasib kita sendiri melalui keputusan-keputusan yang kita buat. Kita memutuskan apa yang hendak kita perhatikan dan apa yang kita abaikan, kapan kita bangun dan kapan kita tidur, mau seberapa keras bekerja dan seberapa banyak bermain, seberapa banyak menikmati saat itu, seberapa banyak menabung untuk esok hari, seberapa mau dibagikan kepada orang-orang lain, dan mana yang disimpan untuk diri sendiri, kapan bertahan dan kapan mengalah. Watak itu sebuah program yang menentukan jenis-jenis pilihan apa yang akan kita buat dalam berbagai macam situasi.
Nasib--ngetop dengan suratan nasib, suratan tangan atau suratan takdir --telah tertulis di lauh mahfudz sebagai takdir dan manusia tak berdaya mengubahnya. Meski demikian, dia tidak hitam-putih. Sebab, Allah Maha Berkehendak dan Mahatahu. Sedangkan, manusia memiliki daya pilih dan daya upaya, bebas menentukan perbuatannya dan mampu mempengaruhi masa depan dan nasibnya dan dapat pula mengubahnya sendiri.
Nasib ya nasib. Tapi, hidup tak menunggu nasib. Jadi, hidup aja dengan baik! Kayak apa, entahlah.
Lampung Post, Selasa, 14 April 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)