Saturday, January 5, 2013

Daftar Penderitaan Rakyat

Oleh Udo Z. Karzi

BARU tiga hari dalam kalender baru 2013. Mamak Kenut mulai melihat sejumlah penderitaan rakyat  terpampang jelas bagi warga Negarabatin.

Membuka lembar pertama kalender, kita disodorkan kenyataan bagaimana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik 15% yang didistribusikan secara bertahap per triwulan. PT PLN (Persero) menaikkan tarif dengan besaran penaikan yang berbeda untuk tiap-tiap golongan listrik.

Sementara infrastruktur jalan hancur di mana-mana, angka kemiskinan dan angka putus sekolah yang masih tinggi; kualitas pelayanan publik oleh aparat pemerintah yang hampir tidak pernah memuaskan.

Pertumbuhan ekonomi boleh tinggi, tetapi ketimpangan sosial kian menganga. Berikutnya ada trend peningkatan kejahatan dan aksi main hakim sendiri di kalangan masyarakat.

Pada gilirannya, ada kecenderungan menipisnya soliditas warga, hilangnya kepercayaan pada nilai-nilai budaya, dan mudahnya terjadi letupan konflik, kekerasan, dan kerusuhan.  

Mengiring musim penghujan, bencana alam mulai mengancam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksi akan terjadi bencana hidrometeorologi yang lebih dominan ketimbang bencana geologis, seperti gempa bumi dan gunung meletus, pada tahun ini.

Bencana yang sifatnya hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, puting beliung, kekeringan, kebakaran lahan, dan hutan, serta gelombang pasang mendominasi sampai 80% dari total bencana bila dibandingkan bencana geologi, sosial, serta biologis.

Rumah, sekolah, jalan, sawah, dan infrastruktur lain yang rusak akibat bencana alam mengakibatkan terganggunya aktivitas masyarakat, mengurangi produktivitas, dan ancaman gagal panen bagi petani. Sempat pula berjangkit wabah flu burung.

Berikutnya, korban demam berdarah dengue (DBD) terus berjatuhan di Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan. Setelah dua bocah di Desa Sripendowo meninggal dunia, tiga bocah di Desa Legundi mengalami nasib sama.

Daftar penderitaan rakyat ini boleh jadi akan bertambah-tambah manakala kaum pelitisi mulai turun dan mulai jualan kecap dengan menjadikan "kususahan rakyat" sebagai komoditas. Sementara pemerintah (daerah) sulit diharapkan untuk meringankan beban rakyat karena justru minta dilayani. Tinggal Minan Tunja bersama rakyat yang bersenandung, "Ya nasib, ya nasib..."  


Lampung Post, Sabtu, 5 Januari 2013

No comments:

Post a Comment