Friday, August 30, 2013

Sama MJ-nya

Oleh Udo Z. Karzi


MAT PUHIT uring-uringan dalam beberapa hari ini. Memang sih kepastian hanya milik Tuhan. Tapi, manusiakan harus bisa membuat kepastian. Itulah gunanya perencanaan. Itulah gunanya kerja. Itulah gunanya daya upaya. Itulah gunanya negosiasi. Itulah gunanya kearifan. Itulah gunanya pelitik.

Tapi, entahlah apa yang menyebabkan manusia melebihi Tuhan: membiarkan situasi penuh ketidakpastian, penuh ketidakmenentuan, penuh ketidakjelasan. Perekononomian nasional lagi lagi tidak jelas juntrungannya tersebab nilai rupiah yang terus merosot terhadap Dolar Amerika Serikat.

Empat paket kebijakan ekonomi sebagai antisipasi penyelamatan dari gejolak perekonomian yang dikeluarkan pemerintah — memperbaiki defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah terhadap dolar, menjaga pertumbuhan ekonomi, menjaga daya beli, dan mempercepat investasi dengan mengefektifkan sistem layanan terpadu satu pintu perizinan investasi — tak berarti banyak.

"Walau diragukan efektivitasnya setidaknya pusat punya solusi. Jadi ada harapan keluar dari dari ketidakjelasan," kata Pithagiras.

Datang-datang Udien sibuk mengumpat-ngumpat debu. "Kacau, kacau...," kata dia.

"Apa yang kacau, Dien?" sela Minan Tunja.

"Debu di mana-mana. Ini akibat perbaikan Jalan Soekarno-Hatta (bypass) yang terhenti. Kasihan pengguna jalan, warung-warung makan sepanjang bypass dipenuhi debu. Bisa kena isepa (maksudnya ISPA) nih kita-kita ini. Cilakanya tidak ada kelanjutan perbaikannya malah makin tidak jelas," lapor Udien.

"Aih kidah. Kayak pilkada aja yang makin mak jelas (tidak jelas) alias MJ," celetuk Mat Puhit.

"Jalan bypass dan pilgub sama MJ-nya kok!" kata Pithagoras.

"Induh, kok pada senang dengan yang serba-MJ ya?" kata Udien.

"Sudahlah, yang jelas-jelas saja, kita ngupi pai gawoh...," ajak Mamak Kenut. n


Lampung Post, Jumat, 30 Agustus 2013

Friday, August 23, 2013

Bangkrut?

Oleh Udo Z. Karzi


PEMERINTAH Negarabatin benar-benar sudah menyerah untuk menyiapkan dana Pemilihan Gubernur 2013. "Kondisi keuangan Negarabatin sangat sulit. Realisasi pendapatan baru 50%, padahal tahun anggaran akan berakhir empat bulan lagi," kata Kepala Biro Keuangan Negarabatin.

Potensi pendapatan yang belum masuk kas daerah antara lain penglepasan lahan Way Dadi sebesar Rp337 miliar, dana perimbangan (Rp38,6 miliar), dan lain-lain PAD yang sah (Rp42 miliar). Selain itu, belum terealisasinya potensi BBNKB senilai Rp97 miliar... (Lampost, 21-8).

"Astaga! Negarabatin sudah benar-benar bangkrut rupanya sampai-sampai membiaya pilgub dan memperbaiki jalan yang rusak di mana-mana enggak sanggup lagi," celetuk Mat Puhit garuk-garuk kepala.

"Ai, kemana atau dikemanakan uang kita, rakyat yang rajin bayar pajak dan ditarik retribusi sana-sini selama ini ya?" timpal Pithagiras.

"Benar-benar enggak rasional, benar-benar enggak masuk akal!" Minan Tunja ikut-ikutan linglung.

"La, itu realitas keuangan Negarabatin kok. Masa enggak percaya sama kepala Biro Keuangan," Radin Mak Iwoh mencoba menjelaskan.

"Wah, parah. Jangan kata membiayai pilgub yang Rp200 miliar, jalan di mana-mana pada rusak. Enggak ada dana untuk perbaikan jalan, begitu alasannya selalu," kata Pinyut.

"Okehlah, berarti benar kita pailit. Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab atas kebangkrutan Negarabatin kita?" Udien esmosi.

"Ya, enggak begitu. Menurut Pak Bos, duit sih ada, tapi dana itu buat program pembangunan, enggak bisa dialihkan karena tender dan pembangunan sudah berjalan. Masa harus ngutang untuk pilgub," kata Radin Mak Iwoh mencoba memahami pemikiran Pak Bos.

Tapi, Mamak Kenut hanya membisu. Akibatnya, Udien, Minan Tunja, Pithagiras, Mat Puhit, Pinyut, Radin Mak Iwoh, dan lain-lain ikut diam. Diskusi pun mandek! Tetap saja dalam benak masing-masing berpusing-pusing pertanyaan, "Benarkah Negarabatin bangkrut sampai-sampai membiayai pilgub dan memperbaiki jalan yang rusak pun tak sanggup lagi?" n


Lampung Post, Jumat, 23 Agustus 2013

Monday, August 5, 2013

Hidup adalah Puasa

Oleh Udo Z. Karzi


HIDUP adalah puasa. Puasa itu menahan diri, menjaga nafsu, dan menuju ketakwaan. Karena itu, kaum muslim menyambut Ramadan dengan senang hati, perbuatan baik, dan dengan hati yang penuh khusyuk.

Ramadan menjadi waktu yang paling tepat untuk kita melakukan refleksi atas apa yang telah kita lakukan selama ini. Semua ibadah yang kita lakukan dalam Ramadan menjadi sarana paling ampuh untuk mengingatkan kita, bahwa kita, selain seorang individu dengan sifat individual, memiliki hak asasi, dan kepentingan pribadi; juga merupakan makhluk sosial yang wajib peduli dengan hak, kebutuhan, dan kepentingan orang lain.

Kita senang, seharusnya teman kita senang. Kita bahagia, semestinya tetangga kita ikut bahagia. Kita gembira, sepatutnya orang lain tidak merasa terpinggirkan.

Ramadan mengajak kita bersabar. Menahan diri dari makan-minum, serta perkataan dan perbuatan yang mengumbar hawa nafsu adalah bentuk dari konkrit dari hakikat dari puasa. Melalui puasa, kita diingatkan untuk selalu mengendalikan emosi. Hidup memang penuh tantangan, tetapi tantangan tidak mengharuskan kita lemah. Hidup terkadang membuat kita sedih, tetapi kesedihan tidak boleh membuat kita cengeng.

Hidup butuh perjuangan, tetapi perjuangan tidak bisa membuat kita frustasi. Hidup penuh kekerasan, tetapi kekerasan tidak mesti dilawan kekerasan. Hidup bisa saja membuat kita marah, tetapi kemarahan tidak menyelesaikan masalah.

Hidup boleh saja membuat kita jengkel, tetapi kejengkelan tidak mampu membuat kita lupa diri. Hidup silakan saja membuat kita pesimistis, tetapi kita tidak mungkin bunuh diri.

Ya, hidup adalah puasa. Puasa adalah pengendalian diri. Dengan mengendalikan diri, kita mampu memandang segala sesuatu secara jernih. Dengan mengendalikan diri, kita bisa berbuat kebajikan bagi sesama.

Puasa mengingatkan kita tentang nilai-nilai kemanusiaan. Nilai ini begitu penting. Sebab, jika kita telah kehilangan kemanusiaan, maka kita tidak ubahnya seperti hewan, atau bahkan setan. Kemuliaan manusia terletak pada hati yang terasah dan kemampuan berpikir jernih.


Lampung Post, Senin, 5 Agustus 2013