Tuesday, November 11, 2014

Bandar Lampung City

Oleh Udo Z. Karzi


KABAR terbaru, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung sedang membangun ikon baru di Kota Bandar Lampung. Di perbatasan Natar, Lampung Selatan—Kota Bandar Lampung akan ada bacaan: ‘Bandar Lampung City’.

Biar ngjreng tulisan sepanjang 51 meter ini memakai huruf berwarna merah.

Ana kidah... api muneh?”

“Udah bagus-bagus kota kok dikasih nama Siti?”

“Ai kamu ini kampungan pula. Bukan siti, melainkan city.”

“Memang kalau city, kotaan ya?”

“City itu Ngingris, nginternasional... tauk?”

“Alah, kebule-bulean pula.”

Emang Bandar Lampung itu di Inggris ya?”

Induh kidah...”

***

Maka ributlah perbalahan di media sosial menanggapi status ini. Ada yang setuju, ada yang tak setuju, ada juga yang rapopo... 

Udien pikir, itu baru keinginan saja. Baru wacana. Tapi, alangkah kagetnya Udien ketika malam-malam, Rabu, 5 November 2014 -- artinya sehari kemudian -- “ikon” baru itu sudah mejeng dengan ashoy-nya persis di depan Patung Radin Inten II di pertigaan yang mempertemykan Jalan Raya Natar, Jalan Soekarno-Hatta, dan Jalan Zainal Abidin Pagar Alam.

“Sore-sore Siti dari Bandar Lampung itu sudah ngeceng di situ lo.”

“Waduh, cepat amat sih?”

“Saya sangat kecewa.”

“Katanya menjunjung bahasa Indonesia, katanya kepengen melestarikan bahasa daerah,  ternyata Pemkot lebih silau pada bahasa Ingris.”

“Gimana sih? Bahasa Indonesia salah, bahasa Lampung salah, bahasa Inggris salah juga.”

“Kota Bandar Lampung lo yang benar. Bahasa Indonesia! Dasarnya Pasal 36 UUD 1945 yang mengatakan, 'Bahasa negara adalah bahasa Indonesia.' Kemudian nama ini juga merujuk pada penamaan wilayah dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan ada yang disebut kota dan ada yang disebut kabupaten. “Kota Bandar Lampung” sesuai dengan UU Pemda. Lalu, sebagai bahasa negara, Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia (baca: Pasal 36 Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan).”

“Kalau bahasa daerah?”

“Boleh juga. Misalnya, Kota Bandar Lampung disebut Kota Tapis Berseri atau Lampung dikenal juga dengan 'Sai Bumi Ruwa Jurai' sesuai dengan Peraturan Daerah masing-masing. Atau, gak dilarang bahasa Lampung lain.”

“Tapi, dah telanjur terpasang tuh.”

“Saya kecewa berat. Itu melecehkan upaya memperkuat identitas nasional dan bahkan lokal. Bukan begini caranya menghadapi globalisasi.”

“Jadi gimana geh?”

Induh kidah...” n


Lampung Post, Selasa, 11 November 2014

No comments:

Post a Comment