Thursday, November 6, 2014

Listrik Byarpet, Diskusi Pelitik, dan Puisi Antikorupsi...*

Oleh Udo Z. Karzi


MATI listrik mulu sih. Akibatnya undangan buat saya telat saya terima. Hehee... Gak ada hubungan memang. Tapi, mumpung lagi kesel sama PLN, maka alasan keterlambatan pun ditumpukan ke PLN. Semoga kita tabah menerima cobaan mati lampu ya.

Ceritanya, saya mendapat undangan dari Panitia Pelaksana Pelantikan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dan Badan Eksekutif Universitas Muhammadiyah Lampung (UML) untuk menjadi narasumber Diskusi Politik. Temanya: Membaca Dinamika Politik Lokal dalam Membangun Kesadaran Politik Pemuda Lampung.

"Udo bicara dari sisi seni-budaya," kata Panitia.

Wadoh, rupanya tema keren ini harus pula ditambahkan dengan "... dari Perspektif Budaya".

Bagusnya saya tulis paper. Tapi, undangan baru saya terima Minggu (2/11) malam, sementara diskusinya dilaksanakan Senin (3/11).

Maka, saya telepon panitianya. "Gak bikin makalah gak apa ya?" tanya saya sedikit merasa gak enak dengan panitia.

"Nggak apa, Do," sahut panitia di ujung telepon.

Ya, sudah. Pokoknya maju aja.

***

HARI H-nya. Selain saya, ada Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung Yoso Muliawan dan Tenaga Ahli Wali Kota Bandar Lampung Bidang Politik Gumsoni.

"Pemuda harus mempunyai semangat untuk berkarya, menyumbangkan kreativitas, dan pemikiran konstruktif kepada pemimpin daerah. Sebaliknya pemda sangat mendukung berbagai kegiatan pemuda yang positif. Bahkan dalam soal pendanaan pun, APBD Bandar Lampung selalu menyelipkan anggaran untuk mendukung pengembangan kreativitas pemuda," ujar Gumsoni.

"Pemuda atau mahasiswa sebagai harapan bangsa. Pembaruan atau bahkan revolusi selalu diawali dari gerakan mahasiswa dan pemuda yang didukung oleh pers seperti yang terjadi pada Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Kemerdekaan RI 1945, Angkatan 1966, dan Reformasi 1998," begitu lebih kurang kata Yoso Mulyawan.

"Hanya saja, saya melihat ada gejala setelah Reformasi, gerakan mahasiswa seperti mati suri. Setelah reformasi, gerakan mahasiswa seakan kehilangan musuh bersama, sehingga sulit untuk bersatu melawan musuh bersama itu," ucap Yoso lagi.

***

Pukul empat sore lebih waktu giliran saya mau ngomong. Waduh, sudah mulai pada ngantuk nih. Saya minta seorang mahasiswa, kebetulan Presiden Mahasiswa BEM UML langsung membaca puisi saya, Guru Bertanya, Siswa Menjawab yang dimuat dalam Puisi Menolak Korupsi 2b, dieditori Sosiawan Leak dan Rini Tri Puspohardini, dan diterbitkan Forum Sastra Surakarta, 2013 hlm. 336.

Ini:


Saya lalu bilang, "Puisi macam ini yang dibacakan dalam Lomba Baca Puisi dan Road Show Puisi Menolak Korupsi (PMK) ke-25 di Mal Kartini, 27-28 Oktober lalu. Kegiatan ini dikaitkan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda. Boleh dibilang inilah bentuk dari kesadaran dan partisipasi politik pemuda dan mahasiswa dalam mengawal jalannya pemerintahan dan pembangunan daerah ini."

Saya kutipkan omongan John F. Kennedy: "Jika politik mengotori, puisi membersihkan" sembari ngoceh tentang puisi berjudul Soempah Pemoeda yang melahirkan Indonesia, nasionalisme Balai Pustaka dan Pujangga Baru, gelegak semangat Chairil Anwar dkk Angkatan 45, puisi-puisi perlawanan Taufiq Ismail dll Angkatan 66, Rendra yang meneriakkan sajak-sajak pamfletnya dalam demontrasi mahasiswa 1980-an, dan beberapa karya sastra dan seni yang mengiringi gerakan Reformasi 1998.

Selanjutnya saya omong-ngomongin:

"Di antara para sastrawan itu, saat menuliskan karya-karya sastra, ada banyak yang masih dalam kategori pemuda (mahasiswa). Jadi, gak salah juga kalau mahasiswa menulis karya sastra: puisi, cerpen, esai, bahkan novel, serta menulis nahkah dan bermain teater.

Tadi Yoso bilang, mahasiswa kehilangan musuh bersama. Oke, tetapi masalah yang membelit negara-bangsa kita bukannya sedikit. Sebut saja korupsi yang menggila menggerogoti negeri ini. Ini harus dilawan. Gerakan Puisi Menolak Korupsi (PMK) yang dikomandani Sosiawan Leak sampai saat ini sudah menerbitkan PMK Jilid 1, PMK 2a dan 2b, bahkan Jilid 3 yang memuat puisi-puisi pelajar.

Sastra itu kan fungsinya untuk membersihkan hati. Puisi misalnya langsung menusuk ke kalbu setiap orang yang membacanya untuk menggugah hati dan rasa kemanusiaan orang tersebut. Pemuda, mahasiswa ya harus membaca sastra. Bukan sekadar biar romantis, tetapi lebih dari itu biar jadi manusia beneran. Hehee...

Jadi pemuda ato mahasiswa itu harus terlibat dalam persoalan bangsanya. Jangan cuma asyik-asyik sendiri.

Gambaran tentang kehidupan mahasiswa itu seperti ditulis Soe Hok Gie, yang mati muda kayak Chairil Anwar: "Buku, pesta, dan cinta".

Ada tiga varian gerakan mahasiswa: pers mahasiswa, kelompok studi/diskusi, dan parlemen jalanan. Ikutin ketiga-tiganya: Membaca, menulis, adu argumen, sekali-sekali turun lapangan: demo! Gak ada larangan ke kafe bareng pacar. Kalau dah gitu, sempurna deh jadi mahasiswa.

La iya, jadi mahasiswa memang hebat. Hebat, karena bisa melakukan apa saja. Kalau mahasiswanya hebat-hebat, mudah-mudahan Indonesia hebat yang didengungkan Jokowi nanti bakal terwujud.

Begitu saja. Lebih kurang saya mohon maaf. Saya kembalikan ke moderator..." n


* Edisi singkatnya dimuat Lampung Post,  Kamis, 6 November 2014 dengan judul Tips Jadi Mahasiswa Hebat.

No comments:

Post a Comment