Monday, November 16, 2009

Etika Politik

Oleh Udo Z. Karzi

KITA boleh berbangga karena dipuji-puji sebagai negara demokrasi. Tapi, apa yang terjadi kemudian adalah bagaimana para politisi bertindak dan melakukan hal-hal yang semakin jauh dari nilai-nilai subtansi demokrasi. Yang terjadi justru perilaku menyimpang dan pengebirian etika politik.

Padahal, etika politik merupakan kristalisasi dari nalar (logika) politik warga bangsa itu sendiri. Ia merupakan muara sintesis dari logika-logika yang berkembang pada ranah publik demi terbangunnya kohesi sosial. Pelanggaran terhadap etika politik dengan sendirinya menandakan matinya nalar kebangsaan dan dapat mengancam integrasi sosial. Di tengah euforia kebebasan, kepentingan sempit sangat mungkin dirayakan.

Atas nama kebebasan, setiap kepentingan mendapat tempat aktualisasi tanpa peduli hak asasi orang lain. Aturan main diabaikan untuk mencapai puncak kekuasaan yang mereka pahami sebagai realitas yang inheren dalam politik. Karena itu, standar etika perlu ditegakkan melalui barometer yang dapat dipertanggungjawabkan secara empiris dan praksis. Dalam konteks itu, Paul Ricoeur (1990) mengukur etika politik secara teleologis.

Menurut Paul Ricoeur, ada tiga tujuan yang hendak dicapai dari etika politik, yaitu terciptanya kehidupan bersama dan untuk orang lain secara baik; memperluas ruang lingkup kebebasan; dan membangun institusi-institusi yang adil. Ketiga alat ukur etika politik ini dapat diimplementasikan melalui pembacaan terhadap perilaku politik seluruh warga negara, khususnya kaum elite.

Aspek kebersamaan ini berdiri sejajar dengan kebebasan. Kebersamaan mengandaikan adanya ruang kebebasan yang luas sehingga pluralitas warga bangsa tetap terawat. Semua ini akan terjadi apabila ditopang oleh eksistensi institusi, termasuk lembaga hukum yang adil.

Ungkapan Lord Acton bahwa power tends to corrupt dapat menjadi gambaran yang tepat untuk menuntun kita pada realitas politik, bahwa kekuasaan (yang dihasilkan dari proses politik) cenderung diselewengkan, disalahgunakan, dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik dan golongan tertentu.

Mempertimbangkan kecenderungan penyelewengan yang begitu besar di pundak politisi sebagai pemegang kekuasaan, diperlukan suatu upaya untuk mengembalikan ruh moralitas ke dalam pribadi politisi. Di sinilah urgensi etika politik.

Menurut Haryatmoko (2003), tujuan etika politik adalah mengarahkan ke hidup yang baik, bersama dan untuk orang lain, untuk memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil.


Lampung Post
, Senin, 16 November 2009