Oleh Udo Z. Karzi
Padamu negeri kami berjanji
Padamu negeri kami berbakti
Padamu negeri kami mengabdi
Bagimu negeri jiwa raga kami
MERINDING bulu kuduk Mamak Kenut membaca syair atau apalagi mendengar lagu perjuangan, Bagimu Negeri ciptaan Kusbini ini. Sungguh, dia ingin mengenang masa kecil ketika lagu-lagu yang penuh semangat cinta Tanah Air diajarkan di sekolah-sekolah dasar.
"Mana pula ngetop lagu-lagu kek gitu," kata Mat Puhit.
"Ah, tetap kok dinyanyikan dalam koor seusai upacara HUT RI," bantah Pithagiras pula.
"Dinyanyiin sih dinyanyiin, tetapi ruhnya tidak lagi merasuk ke jiwa... terutama pemimpin-pemimpin kita," Minan Tunja ngeyel.
"Ah, ngaco. Jangan main tuduh begitu."
Mau bukti?
Pertama, Malaysia semakin semena-mena, tetapi kita, pemerintah Indonesia, tak banyak berbuat untuk membela harkat dan martabat bangsanya. Dua kasus paling tidak menunjukkan hal itu, yaitu insiden penangkapan tiga aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia oleh Kepolisian Diraja Malaysia beberapa waktu laju dan kondisi memilukan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.
Dalam kasus pertama pemerintah tidak menunjukkan sikap yang terlampau lembek, tidak tegas, dan jauh dari nilai-nilai nasionalisme. Kedaulatan negara yang dipertaruhkan, tetapi pemerintah masih lebih suka bermain-main kata yang jauh dari menunjukkan kewibawaan dan harga diri bangsa.
Lalu, sedikitnya 177 TKI di Malaysia saat ini tengah menunggu hukuman mati atas tuduhan kejahatan narkoba dan pembunuhan. Dalam kasus ini�lagi-lagi�pemerintah seperti tidak berbuat apa-apa. Presiden baru sebatas meminta penjelasan dari Menteri Luar Negeri.
Bukti kedua, betapa jauhnya rasa cinta Tanah Air itu adalah bagaimana justru pada peringatan HUT ke-65 RI, tidak kurang dari 341 dari 778 terpidana korupsi mendapatkan remisi alias pengurangan masa tahanan.
"Bayang pun, hukuman pun dikorup," kata Mat Puhit.
Padamu negeri, kami korupsi. Atau, jangan-jangan bukan lagi padamu negeri, bagimu negeri; tetapi padamu keluarga dan kroni-kroniku, bahkan bagi diri sendiri. Ah, patriotisme, nasionalisme, heroisme kita ternyata sangat individualis, pragmatis, dan sarat kepentingan pribadi.
Lampung Post, Rabu, 25 Agustus 2010