Oleh Udo Z. Karzi
MAT Puhit memang beruntung. Tidak seperti anggota Dewan yang jauh jalan-jalan ke Yunani, dia bisa bertemu Socrates. Padahal Socrates hidup 470 SM-399 SM.
Orang tua yang sama sekali tidak menarik. Tubuhnya gempal. Kesenangannya keleleran di pasar-pasar kayak gelandangan, berpikir aneh-aneh, dan suka berdebat, terutama kepada anak-anak muda. Ada saja bahan perdebatan.
Socrates disebut dia sebagai Sang Penanya dari Yunani kuno. Karena usilnya dia dijuluki Lalat Pengganggu Athena (Gadfly of Athena). Filsuf ini memang kayak lalat: hinggap, menggelitik, lalu terbang ke mana suka. Nulis juga enggak pernah tuh. Kisahnya yang nyentrik dapat dibaca dari karya-karya Plato yang banyak merekam gurunya yang aneh ini. Meskipun tak meninggalkan buku, Socrates dianggap "bidan" filsafat.
Filsafat Socrates mengandung pertanyaan karena Socrates sendiri tidak pernah diketahui menuliskan buah pikirannya. Apa yang dikenal sebagai pemikiran Socrates pada dasarnya adalah berasal dari catatan Plato, Xenophone (430-357) SM, dan siswa-siswa lainnya. Yang paling terkenal, di antaranya Socrates dalam dialog Plato. Plato selalu menggunakan nama gurunya itu sebagai tokoh utama karyanya sehingga sangat sulit memisahkan mana gagasan Socrates yang sesungguhnya dan mana gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut Socrates. Nama Plato sendiri hanya muncul tiga kali dalam karya-karyanya sendiri, yaitu dua kali dalam Apologi dan sekali dalam Phaedrus.
Socrates diadili karena tiga dakwaan: meracuni pikiran kaum muda, tidak memercayai dewa-dewa, dan membuat agama baru. Ya, keruan aja, Yunani kuno kan negeri para dewa; Zeus, Hera, Apollo, Poseidon dan sebagainya itu. Matilah Socrates karena dipaksa minum racun oleh penguasa. Socrates memilih mati, walaupun rekan-rekannya memaksanya untuk menyetujui tawaran keluar dari Athena.
Di akhir pembelaannya, dia berucap: "The hour of departure has arrived, and we go our ways�I to die, and you to live. Which is better, only God knows."
Socrates melahirkan murid yang cerdas seperti Plato. Plato melahirkan Aristoteles. Dan Aristoteles, kita tahu, adalah guru dari Iskandar Zulqarnain. Yang terakhir ini, seorang suci yang bisa kita baca kisahnya di Alquran.
Mat Puhit memang beruntung bertemu Socrates. Tapi, filsuf ini menyebalkan. Dia kan enggak suka demokrasi?
Lampung Post, Sabtu, 30 Oktober 2010
Saturday, October 30, 2010
Monday, October 25, 2010
Masih (Mau) Belajar Etika
Oleh Udo Z. Karzi
MAMAK Kenut benar terperangah, prihatin, dan sekaligus kasihan dengan anggota Badan Kehormatan DPR yang bepergian ke Yunani. Jauh-jauh amat kalau cuma mau belajar etika.
"Mau ngapain sih?" kata Minan Tunja sengit.
"Lo, kan Yunani itu dulu kan gudang para filsuf yang sampai sekarang masih sering kita pelajari. Ya, apa salah mereka belajar langsung ke tanah para filsuf itu," bela Radin Mak Iwoh.
"Ala... jangan-jangan para anggota BK itu enggak pernah baca filsafat segala macamlah. Seandainya saja mereka pergi ke sana 2.500 tahun silam, mungkin akan bertemu dengan Socrates. Lalu, sang filsuf akan mengajari mereka soal moral dan filosofi politik. Tapi, pada 2010 ini, siapa yang akan mereka temui di sana untuk belajar etika dan disiplin?" kata Mat Puhit.
Benarlah kata pengamat politik J. Kristiadi, kepergian anggota BK DPR ke Yunani sama dengan menghina diri sendiri. Mereka belajar hal-hal yang sebenarnya dimiliki bangsa Indonesia sendiri. "Kan sama aja bilang orang Indonesia tidak mengerti etika," sambut Pithagiras.
"Iya, itu orang pada kurang kerjaan. Lu aja yang orang Yunani (ingat Pithagoras) aja udah pindah jadi warga Negarabatin. Itu kan karena Negarabatin itu beretika dan berestetika ya Pit," goda Udien.
"Hahaa... Ih, ini sih Pithagiras, bukan Pithagoras," sahut Mat Puhit.
"Baiklah, saya ingin menyampaikan sedikit kuliah tentang etika kepada anggota BK DPR," sambung Mamak Kenut yang masih geregetan. "Etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ethos yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Banyak definisi etika, tapi lebih banyak lagi orang tak beretika...."
"Sudah-sudah, kuliahmu membosankan," kata Pithagiras.
"Ah, jangan begitu dong. Mereka kan orang-orang pinter."
"Orang pinter kok tidak beretika. Dengan studi banding tentang etika ke Yunani sesungguhnya mereka tidak mengerti etika alias tidak beretika."
"Iya, dari pada jauh-jauh pergi ke Yunani belajar etika. Kan lebih baik mereka belajar etika dari saya," kata Mamak Kenut.
Hahaa....
Lampung Post, Senin, 25 Oktober 2010
MAMAK Kenut benar terperangah, prihatin, dan sekaligus kasihan dengan anggota Badan Kehormatan DPR yang bepergian ke Yunani. Jauh-jauh amat kalau cuma mau belajar etika.
"Mau ngapain sih?" kata Minan Tunja sengit.
"Lo, kan Yunani itu dulu kan gudang para filsuf yang sampai sekarang masih sering kita pelajari. Ya, apa salah mereka belajar langsung ke tanah para filsuf itu," bela Radin Mak Iwoh.
"Ala... jangan-jangan para anggota BK itu enggak pernah baca filsafat segala macamlah. Seandainya saja mereka pergi ke sana 2.500 tahun silam, mungkin akan bertemu dengan Socrates. Lalu, sang filsuf akan mengajari mereka soal moral dan filosofi politik. Tapi, pada 2010 ini, siapa yang akan mereka temui di sana untuk belajar etika dan disiplin?" kata Mat Puhit.
Benarlah kata pengamat politik J. Kristiadi, kepergian anggota BK DPR ke Yunani sama dengan menghina diri sendiri. Mereka belajar hal-hal yang sebenarnya dimiliki bangsa Indonesia sendiri. "Kan sama aja bilang orang Indonesia tidak mengerti etika," sambut Pithagiras.
"Iya, itu orang pada kurang kerjaan. Lu aja yang orang Yunani (ingat Pithagoras) aja udah pindah jadi warga Negarabatin. Itu kan karena Negarabatin itu beretika dan berestetika ya Pit," goda Udien.
"Hahaa... Ih, ini sih Pithagiras, bukan Pithagoras," sahut Mat Puhit.
"Baiklah, saya ingin menyampaikan sedikit kuliah tentang etika kepada anggota BK DPR," sambung Mamak Kenut yang masih geregetan. "Etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ethos yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Banyak definisi etika, tapi lebih banyak lagi orang tak beretika...."
"Sudah-sudah, kuliahmu membosankan," kata Pithagiras.
"Ah, jangan begitu dong. Mereka kan orang-orang pinter."
"Orang pinter kok tidak beretika. Dengan studi banding tentang etika ke Yunani sesungguhnya mereka tidak mengerti etika alias tidak beretika."
"Iya, dari pada jauh-jauh pergi ke Yunani belajar etika. Kan lebih baik mereka belajar etika dari saya," kata Mamak Kenut.
Hahaa....
Lampung Post, Senin, 25 Oktober 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)