Oleh Udo Z. Karzi
"APAKAH harus selalu benar bahwa janji (calon) pemimpin tidak mesti benar dilaksanakan, minimal realisasinya jangan terlalu jauhlah apa yang sudah telanjur terucap? Apakah harus selalu benar bahwa kita, rakyat yang memilih, tidak mesti percaya dengan janji (calon) pemimpin, minimal jangan terlalu banyak mengecewakan dari apa yang telanjur diharapkan? Apakah selalu benar bahwa (calon) pemimpin harus selalu memberi janji, meski tak mesti dilaksanakan? Apakah benar bahwa (calon) pemimpin lebih mudah lupa dengan apa yang telah ia janjikan ketika ia sudah menerima amanat dari pemilihnya? Apakah..." tanya Mat Puhit setengah menggugat.
"Setop. Kamu itu nanya-nanya apa," bentak Radin Mak Iwoh yang lagi pusing.
"Janji-janji tinggal janji...," Minan Tunja menirukan lagu Dingin yang dipopulerkan Endang S Taurina.
"Na, api muneh maksudni," kata Udien mengomentari senandung Minan Tunja.
Bukannya menjawab, Minan Tunja malah menyanyi lagunya Bob Tutupoli, Tinggi Gunung Seribu Janji: "Memang lidah tak bertulang..."
"Ai kok pada lawang kidah," Radin Mak Iwoh tambah belingsatan.
Ya, semua lagi pada gila! Semua pada naik.
"Sumber kekacauan ini berasal dari harga bahan bakar minyak (BBM) yang naik, turun, turun, naik lagi, ... terus naik. Waktunya berdekatan lagi. Enggak sampai sebulan harga BBM berubah lagi. Walaupun bisa turun kembali. Tapi harga barang dan jasa kayaknya enggak mau mengikuti turun," kata Pithagiras.
Belum lagi selesai kepusingan. Datang-datang Pinyut yang kasih laporan, diam-diam harga elpiji 12 kg naik juga. Per 1 April 2015, PT Pertamina secara diam-diam menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp8.000 per tabung, dari semula Rp134.700 menjadi Rp141 ribu per tabung.
"Bener-bener deh. Kondisi perekonomian kita jadi enggak karu-karuan: kenaikan harga elpiji 12 kg, naik-turunnya harga BBM, terpuruknya nilai tukar Rupiah, tarif angkutan melonjak, hingga gejolak harga bahan pokok," kata Minan Tunja.
"Ya, inilah yang membuat saya bertanya-tanya. Ditarok ke mana Nawacita yang menjadi agenda prioritas pemerintahan Jokowi-JK. Sudah hampir enam bulan pemerintahan ini berjalan kok belum ada tanda-tanda program itu akan dilaksanakan dengan benar?" kata Mat Puhit.
"Yang sabarlah. Rakyat kita hanya belum biasa," Radin Mak Iwoh mencoba meyakinkan warga.
Bukan didengar, Radin Mak Iwoh malah mendapat ledekan dari Mamak Kenut, "Persis... Radin cocok deh jadi menko. Kemarin itu Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil juga bilang masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan naik turunnya harga BBM setiap sebulan sekali."
"Katanya mau mandiri secara ekonomi, kok malah diombang-ambing pasar global," timpal Pithagiras.
"Terserah, saya enggak ngerti teori," semprot Pinyut. "Tapi jangan bikin linglung gitu geh!" n
Lampung Post, Sabtu, 4 April 2015
"APAKAH harus selalu benar bahwa janji (calon) pemimpin tidak mesti benar dilaksanakan, minimal realisasinya jangan terlalu jauhlah apa yang sudah telanjur terucap? Apakah harus selalu benar bahwa kita, rakyat yang memilih, tidak mesti percaya dengan janji (calon) pemimpin, minimal jangan terlalu banyak mengecewakan dari apa yang telanjur diharapkan? Apakah selalu benar bahwa (calon) pemimpin harus selalu memberi janji, meski tak mesti dilaksanakan? Apakah benar bahwa (calon) pemimpin lebih mudah lupa dengan apa yang telah ia janjikan ketika ia sudah menerima amanat dari pemilihnya? Apakah..." tanya Mat Puhit setengah menggugat.
"Setop. Kamu itu nanya-nanya apa," bentak Radin Mak Iwoh yang lagi pusing.
"Janji-janji tinggal janji...," Minan Tunja menirukan lagu Dingin yang dipopulerkan Endang S Taurina.
"Na, api muneh maksudni," kata Udien mengomentari senandung Minan Tunja.
Bukannya menjawab, Minan Tunja malah menyanyi lagunya Bob Tutupoli, Tinggi Gunung Seribu Janji: "Memang lidah tak bertulang..."
"Ai kok pada lawang kidah," Radin Mak Iwoh tambah belingsatan.
Ya, semua lagi pada gila! Semua pada naik.
"Sumber kekacauan ini berasal dari harga bahan bakar minyak (BBM) yang naik, turun, turun, naik lagi, ... terus naik. Waktunya berdekatan lagi. Enggak sampai sebulan harga BBM berubah lagi. Walaupun bisa turun kembali. Tapi harga barang dan jasa kayaknya enggak mau mengikuti turun," kata Pithagiras.
Belum lagi selesai kepusingan. Datang-datang Pinyut yang kasih laporan, diam-diam harga elpiji 12 kg naik juga. Per 1 April 2015, PT Pertamina secara diam-diam menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp8.000 per tabung, dari semula Rp134.700 menjadi Rp141 ribu per tabung.
"Bener-bener deh. Kondisi perekonomian kita jadi enggak karu-karuan: kenaikan harga elpiji 12 kg, naik-turunnya harga BBM, terpuruknya nilai tukar Rupiah, tarif angkutan melonjak, hingga gejolak harga bahan pokok," kata Minan Tunja.
"Ya, inilah yang membuat saya bertanya-tanya. Ditarok ke mana Nawacita yang menjadi agenda prioritas pemerintahan Jokowi-JK. Sudah hampir enam bulan pemerintahan ini berjalan kok belum ada tanda-tanda program itu akan dilaksanakan dengan benar?" kata Mat Puhit.
"Yang sabarlah. Rakyat kita hanya belum biasa," Radin Mak Iwoh mencoba meyakinkan warga.
Bukan didengar, Radin Mak Iwoh malah mendapat ledekan dari Mamak Kenut, "Persis... Radin cocok deh jadi menko. Kemarin itu Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil juga bilang masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan naik turunnya harga BBM setiap sebulan sekali."
"Katanya mau mandiri secara ekonomi, kok malah diombang-ambing pasar global," timpal Pithagiras.
"Terserah, saya enggak ngerti teori," semprot Pinyut. "Tapi jangan bikin linglung gitu geh!" n
Lampung Post, Sabtu, 4 April 2015
baca cerita-cerita mamak Kenut suka bikin ketawa ngikik, hehehe
ReplyDeleteow, syukur kalo gitu, mbak ika. semoga bermanfaat...
ReplyDelete