Wednesday, July 22, 2009

Masyarakat Anomi

Oleh Udo Z. Karzi

KEPEMIMPINAN nasional telah silih berganti setelah Reformasi. Tapi, semuanya seolah belum (kalau tidak boleh dikatakan tidak berhasil) menunjukkan hasil seperti yang kita harapkan. Kita masih saja berada dalam keterpurukan, terimpit dalam keadaan yang serbatidak jelas, berkubang dalam lubang ketidakpastian. Cita-cita gemah ripah loh jinawi agaknya tetap menggantung di atas langit tanpa sedikit pun kita bisa mendekapnya.

Konflik, baik horizontal maupun vertikal dapat kita baca dari suguhan media massa setiap hari. Kita masih menyaksikan keribuatan di sana-sini. Di Lampung Utara, begal marak di jalan-jalan. Di Jakarta, bom meledak lagi.

Ada apa? Sebuah analisis menyebutkan masyarakat negeri ini tengah mengalami gegar budaya. Anomi!

Emile Durkheim menyebutkan anomi adalah keterasingan yang dialami individu dari lingkungan masyarakatnya. Hal ini terjadi karena penjungkirbalikan status dan peran sosial sebagai akibat perubahan dan pembagian pekerjaan dalam masyarakat.

Suatu ketika misalnya, terjadi revolusi industri di Prancis. Emile Durkheim menemukan gejala anomi pada masyarakat Prancis pada abad ke-19. Tekanan berat dialami seorang individu karena runtuhnya norma-norma sosial yang selama ini dijadikan panutan atau pegangan hidupnya.

Perubahan sosial yang sangat mendasar telah menempatkan pada suatu keadaan anomi atau situasi yang sama sekali tidak dipahaminya. Keadaan semacam ini yang menurut Durkheim sebagai salah satu sebab seseorang melakukan bunuh diri atau yang disebut anomi suicide.

Berbeda dengan Emile, Robert K. Merton lebih menelaah gejala anomi dalam hubungan antarindividu dengan struktur sosial. Robert lebih melihat kaitan antara anomi dan struktur sosial serta struktur budaya.

Anomi tumbuh karena rusaknya sistem nilai budaya, ini terutama terjadi ketika seorang individu dengan kapasitasnya yang ditentukan struktur sosial tiba-tiba kehilangan kemampuan mengendalikan tindakannya dengan norma-norma dan tujuan budaya.

Anomi terjadi bila struktur budaya tidak berjalan seiring dan didukung struktur sosial yang berlaku. Pada dasarnya struktur budaya yang hidup bersifat umum seperti nilai-nilai keadilan dan kejujuran. Di sisi lain cerminan pola prilaku masyarakat ditentukan struktur sosialnya.

Andaikan ia seorang pejabat, seyogianya memberi teladan bagi warganya. Bila di seorang penegak hukum, ia adalah penjaga gerbang keadilan. Kalau ia guru atau dosen, ia adalah pengawal nilai-nilai moralitas.

Nah, anomi terjadi ketika warga mengakui bahwa hukum itu ada, tetapi hukum tidak memberikan rasa keadilan yang didambakan. Masyarakat memahami bahwa proses hukum tidak bisa menjanjikan kepastian, hukum hanya ada dalam kitab undang-undang mereka mencari dan menyelesaikan hukum sendiri-sendiri sesuai dengan kamus dan kepentingan sendiri-sendiri.


Lampung Post, Rabu, 22 Juli 2009

No comments:

Post a Comment