Thursday, July 30, 2009

Capek Deh!

Oleh Udo Z. Karzi

"LAMUN gehenow caramu, niku ngajak nyak belagow," kata Wakil Wali Kota Bandar Lampung Kherlani, Senin (27-7). Dan, sepatu pun jadi alat untuk memukul Sekretaris Kota Sudarno Eddi.

Ini berita terheboh minggu-minggu ini. Sebelumnya kita mendapat suguhan berita penembakan di Freeport, maraknya begal di Lampung Utara, dan bom meledak di Jakarta.

Capek deh!

Mengapa ya kekerasan demi kekerasan terus terjadi di sekitar kita. Di segala tempat segala bidang. Tak siang tak malam. Rupanya bahasa kekerasan telah merasuki banyak segi kehidupan, mulai dari keluarga, lingkungan, hotel, pasar, terminal, pendidikan, dan kasus terakhir masuk dalam tubuh pemerintahan (daerah).

Parah! Bagaimana mungkin seorang pemimpin sampai perlu menggunakan tangan untuk memukul dalam arti yang sebenarnya? Apa pun alasannya sulit untuk diterima nalar seorang wakil wali kota sampai melakukan hal-hal yang jauh dari tatakrama kehidupan yang beradab (beradat?)?

Capek deh!

Dalam keseharian kita yang berjangka waktu 24 jam, selalu saja ada info kekerasan yang muncul dari media massa (cetak maupun audio-visual). Lihatlah bagaimana aksi-aksi kekerasan dengan modus pemerkosaan, pencurian, penjambretan, ataupun perampokan menghiasi berita-berita di koran dan televisi.

Di televisi, adegan-adegan kekerasan justru menjadi "menu andalan" yang disuguhkan kepada para pemirsa baik dalam bentuk film, sinetron, ataupun berita-berita kriminal.

Capek deh!

Sekian ribu tahun generasi, sejak Nabi Adam sampai detik ini, ternyata kita manusia masih susah untuk berusaha meminimalkan sebuah budaya kekerasan. Banyak orang yang dengan sadar berkata bahwa bahasa kekerasan adalah sebuah bahasa yang seharusnya tidak dilakukan tapi justru mereka sendiri yang mempraktekan hal-hal tersebut.

Banyak orang yang mengenyam pendidikan yang begitu tinggi dan sudah dipredikati sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, ternyata masih juga dalam beberapa situasi menyahihkan keputusan untuk melakukan hal-hal yang menjurus kepada kekerasan dan anarkistis.

Capek deh!

Kita, generasi kita tumbuh di dalam masa hukum tidak sepenuhnya ditegakkan. Kita besar dalam penglihatan bagaimana "kalau nggak lulus boleh kasih suap", kita tumbuh dalam didikan yang diisi ketakutan-ketakutan: "Awas banyak garong!" Lalu, kita akan merasa dihargai bila kita bisa menciptakan ketakutan untuk orang lain. Itulah bahasa kekerasan.

Capek deh!

Padahal kita manusia makluk beradab yang dilengkapi otak kiri dan otak kanan yang bisa berkombinasi untuk berpikir dan menggagas sebuah pertimbangan.


Lampung Post, Kamis, 30 Juli 2009

No comments:

Post a Comment