Thursday, September 24, 2009

Tentang Lebaran

Oleh Udo Z. Karzi

NUANSA perayaan Idulfitri masih terasa di awal bulan Syawal ini. Secara harfiah, Idulfitri bermakna hari suci, sering diartikan hari kembali sucinya jiwa-jiwa umat muslim setelah menjalankan puasa dan berbagai rangkaian ibadah sebulan penuh selama Ramadan.

Perayaan Idulfitri di negara kita memiliki kekhasan tersendiri. Idulfitri yang sering diistilahkan dengan "Lebaran" ini tidak saja menjadi milik umat muslim secara eksklusif, tetapi telah menjadi kultur bangsa yang unik.

Kita lebih suka menyebut Hari Raya ini dengan istilah "Lebaran", sebuah istilah yang khas bangsa Indonesia. Bukan saja secara istilah, rangkaian tradisi menyambut Hari Raya di Indonesia juga unik, sebut saja misalnya tradisi mudik, mengunjungi kampung halaman, dan bersilaturahmi kepada orang tua, sanak famili, guru, serta handaitolan.

Menurut J.J. Rizal (2006), istilah Lebaran tidak saja berdimensi religi, tetapi sekaligus sosial-budaya-politik. Istilah yang dipopulerkan oleh orang Betawi ini--sepadan dengan istilah Jawa Syawalan atau Bada direproduksi terus dalam kultur bangsa lebih dari 80 tahun sejak waktu itu. Sejarah mencatat, sejak tahun 1927 istilah tersebut telah dipakai.

Pada tahun 1929, Lebaran dijadikan momentum politik yang penting, Java Bode untuk pertama kalinya mempelopori sembahyang Idulfitri di lapangan terbuka Konengslein (sekarang Gambir), Jakarta. Para tokoh pergerakan nasional menjadikannya ajang pertemuan dan menguatkan semangat rakyat, sekaligus menghayati penderitaannya.

Di awal masa Revolusi Kemerdekaan, Belanda datang lagi, keadaan negeri ini sangat terancam. Sementara itu, terjadi polarisasi dan perpecahan yang sangat hebat di antara bangsa Indonesia sendiri. Keadaan memprihatikan dan rakyat terjepit. "Sejumlah tokoh di bulan puasa 1946 menghubungi Soekarno. Mereka minta agar ia bersedia di hari raya yang jatuh pada Agustus itu mengadakan perayaan "Lebaran" dengan mengundang seluruh komponen revolusi yang pendirian politiknya beraneka macam, dan kedudukannya dalam masyarakat pun berbeda-beda. Biar Lebaran menjadi ajang saling memaafkan dan memaklumi serta menerima keragaman.

Selamat Lebaran.


Lampung Post, Kamis, 24 September 2009

No comments:

Post a Comment