Oleh Udo Z. Karzi
KALAH lagi, kalah lagi... Itulah nasib Belanda dalam pergelaran Piala Eropa 2012. Dan, ketika putaran fase grup tuntas, Belanda dan Irlandia pun terpuruk di dasar klasemen tanpa satu pun poin.
Performa Belanda di ajang Piala Eropa kali ini boleh dibilang kacau balau. Penampilan buruk Belanda di Piala Eropa 2012 membuat nasib pelatih Belanda Bert van Marwijk kini di ujung tanduk. Federasi Sepak Bola Belanda (KNVB) berencana mengevaluasi performanya.
Bubar deh! Padahal, saya pun termasuk orang yang acap menjagokan Tim Oranye ini dalam berbagai event pertandingan sepak bola. Ini tidak ada urusannya dengan nasionalisme; bahwa Belanda pernah menjajah Indonesia; bahwa timbunan kasus korupsi di negeri ini adalah warisan konkret dari Belanda sejak zaman VOC.
Bukan, bukan soal itu. Tapi, karena kesebelasan Belanda memang bagus. Sepak bola Negeri Kincir Angin ini memang mempunyai sejarah gemilang walau tak pernah menjadi juara dunia. Belanda punya legenda sepak bola. Sebut saja antara lain Ruud Gullit, Marco van Basten, Frank Rijkaard, dan Johan Cruijff.
Nama terakhir malah bisa mentransfer konsep total football, taktik khas sepak bola Belanda ke klub tempat ia bermain, Barcelona, hingga kekompakan bermain yang cantik klub tersebut telah menorehkan prestasi yang mengagumkan.
Ah, biarlah Belanda kalah kali ini. Lain kali, entahlah... Tapi, sepak bola Belanda punya tetap asyik kok. "Juara tanpa mahkota” ini selalu diperhitungkan negara-negara yang menjadi lawannya ketika mengikuti turnamen.
Maka, meski mendapat cibiran dari berbagai pihak, saya kok melihat apa yang dikatakan Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin akhir Januari 2012 memang sudah selayaknya. PSSI, kata Djohar, sedikit banyak meniru apa yang dilakukan induk sepak bola Belanda, KNVB.
Di sana pembinaan pemain dilakukan berjenjang dari usia bocah sampai senior. Yang paling penting, "Belanda tidak pernah kekurangan stok pemain nasional, padahal jumlah penduduknya sedikit," kata dia.
Sama kok, Indonesia yang begini luas—enggak sebanding dengan Belanda—juga tidak pernah kekurangan stok pemain nasional karena (ini bedanya dengan Belanda!) penduduk kita banyak.
Kita punya penjajah yang hebat sepak bolanya. Tapi, kok sama sekali enggak ada bekas kalau kita pernah dijajah para pemain sepak bola. Aneh juga kita yang mempunyai ikatan emosional karena pernah menjadi jajahannnya kok tidak mengikuti "mbahnya" dalam dunia sepak bola.
Negara Brasil aja sepak bolanya maju dengan "majikannya" Portugal. Begitu juga Argentina, Uruguay, Paraguay, dam Meksiko yang mampu menyamai Spanyol, bapak asuhnya di masa lalu. Akan halnya kita dan Belanda, masa korupsinya saja yang kita lestarikan dan kita kembangkan sedemikian rupa di negeri ini, tetapi sepak bola kita kok "ogah" meniru Belanda?
Lampung Post, Sabtu, 23 Juni 2012
KALAH lagi, kalah lagi... Itulah nasib Belanda dalam pergelaran Piala Eropa 2012. Dan, ketika putaran fase grup tuntas, Belanda dan Irlandia pun terpuruk di dasar klasemen tanpa satu pun poin.
Performa Belanda di ajang Piala Eropa kali ini boleh dibilang kacau balau. Penampilan buruk Belanda di Piala Eropa 2012 membuat nasib pelatih Belanda Bert van Marwijk kini di ujung tanduk. Federasi Sepak Bola Belanda (KNVB) berencana mengevaluasi performanya.
Bubar deh! Padahal, saya pun termasuk orang yang acap menjagokan Tim Oranye ini dalam berbagai event pertandingan sepak bola. Ini tidak ada urusannya dengan nasionalisme; bahwa Belanda pernah menjajah Indonesia; bahwa timbunan kasus korupsi di negeri ini adalah warisan konkret dari Belanda sejak zaman VOC.
Bukan, bukan soal itu. Tapi, karena kesebelasan Belanda memang bagus. Sepak bola Negeri Kincir Angin ini memang mempunyai sejarah gemilang walau tak pernah menjadi juara dunia. Belanda punya legenda sepak bola. Sebut saja antara lain Ruud Gullit, Marco van Basten, Frank Rijkaard, dan Johan Cruijff.
Nama terakhir malah bisa mentransfer konsep total football, taktik khas sepak bola Belanda ke klub tempat ia bermain, Barcelona, hingga kekompakan bermain yang cantik klub tersebut telah menorehkan prestasi yang mengagumkan.
Ah, biarlah Belanda kalah kali ini. Lain kali, entahlah... Tapi, sepak bola Belanda punya tetap asyik kok. "Juara tanpa mahkota” ini selalu diperhitungkan negara-negara yang menjadi lawannya ketika mengikuti turnamen.
Maka, meski mendapat cibiran dari berbagai pihak, saya kok melihat apa yang dikatakan Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin akhir Januari 2012 memang sudah selayaknya. PSSI, kata Djohar, sedikit banyak meniru apa yang dilakukan induk sepak bola Belanda, KNVB.
Di sana pembinaan pemain dilakukan berjenjang dari usia bocah sampai senior. Yang paling penting, "Belanda tidak pernah kekurangan stok pemain nasional, padahal jumlah penduduknya sedikit," kata dia.
Sama kok, Indonesia yang begini luas—enggak sebanding dengan Belanda—juga tidak pernah kekurangan stok pemain nasional karena (ini bedanya dengan Belanda!) penduduk kita banyak.
Kita punya penjajah yang hebat sepak bolanya. Tapi, kok sama sekali enggak ada bekas kalau kita pernah dijajah para pemain sepak bola. Aneh juga kita yang mempunyai ikatan emosional karena pernah menjadi jajahannnya kok tidak mengikuti "mbahnya" dalam dunia sepak bola.
Negara Brasil aja sepak bolanya maju dengan "majikannya" Portugal. Begitu juga Argentina, Uruguay, Paraguay, dam Meksiko yang mampu menyamai Spanyol, bapak asuhnya di masa lalu. Akan halnya kita dan Belanda, masa korupsinya saja yang kita lestarikan dan kita kembangkan sedemikian rupa di negeri ini, tetapi sepak bola kita kok "ogah" meniru Belanda?
Lampung Post, Sabtu, 23 Juni 2012