Friday, August 31, 2012

Hujan yang Sehari

Oleh Udo Z. Karzi


KEMARAU memang terasa menyiksa. Kekeringan, kekurangan air, ancaman gagal panen, dan terganggunya stok pangan Negarabatin adalah lagu lama berulang setiap tahunnya. Anehnya, walaupun sudah pengalaman—saban tahun sih—kita tetap saja kelimpungan menghadapi situasi yang seperti itu.

Ancaman kemarau sudah mulai terlihat jika melongok sawah, sungai, sumur-sumur, dan berbagai sumber air lainnya. BMKG pun meramalkan kemarau berlangsung hingga November. Ai, masih lama lagi...

Jeritan kekeringan mulai terdengar, ada sebagian daerah yang sudah melakukan salat Istisqo, minta hujan.

***

Yang Mahatahu rupanya kali ini mendengar. Sehingga diturunkanlah hujan pada Selasa kemarin. Apa pun hujan adalah rahmat. Segala yang kuyu tersiram hujan segar kembali. Tanah berdebu basah lagi. Sungutan segera berganti senyum semringah...

Hujan yang sehari benar-benar menyirami hati yang kerontang. Tak mengapa sehari. Cukuplah. Anugerah ini cukup menghibur kok. Dan, nyatanya masih ditambah lagi hujan sehari lagi kemarin. Benar-benar keberuntungan.

***   

Mendung tak berarti hujan, kata Dedy Dores. Tapi nyatanya hujan benaran kok. Air yang diharap turun dari langit. Dengan begitu, kita sudah mendendangkan hujan walau sehari.

Tapi, entahlah. Meskipun hujan membasahi sebagian besar wilayah Lampung, Selasa (28-8), menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Lampung, kemarau berlangsung hingga akhir Oktober 2012. Menurut Kepala BMKG Lampung Sugiman, Lampung masih dalam kemarau. Hujan Selasa, proses alamiah biasa. Curah hujan sangat kecil yakni 2,5 milimeter sehingga masih tergolong kemarau.

"Hujannya juga enggak serius sebenar hujan sebentar-sebentar, sebentar gerimis sebentar berhenti, sebentar berhenti sebentar hujan, sebentar gerimis sebentar hujan..." kata Minan Tunja.

"Api niku ngomong bolak-balik... Enggak peduli! Yang penting kita bisa senang karena hujan," kata Udien.

"Alhamdulillah, gara-gara hujan sehari-dua kemarau pun dipercepat. Kalau tadinya sampai November, karena hujan sehari, kemarau cukup sampai Oktober saja," celetuk Pithagiras.

"Sok tahu..." sambar Mat Puhit.

"Layin, saya baca di koran sebelumnya kemarau sampai November, nah berita hari ini kemarau kan sampai akhir Oktober," kata Pithagiras.

"Terserah mau kemarau sampai kapan, asal tetap ada hujannya," Mamak Kenut asal bunyi.

Hahaa... seandainya musim bisa kita atur. Atau, kita yang tidak mau diatur sehingga musim tak lagi menentu?


Lampung Post
, Jumat, 31 Agustus 2012


Friday, August 10, 2012

Untung Ada ‘Lampost’

Oleh Udo Z. Karzi


Untung Ada Saya.
Begitu judul film "inspiratif" Warkop DKI. Ya, inspiratif karena menghibur dan bisa dipinjam buat judul Nuansa ini. Hihii...

Untung ada Johannes Geinsfleich zur Laden zum Gutenburg yang berhasil menemukan teknologi mesin cetak pada 1450 dan terus mengembangkan teknologi ini bersama rekannya yang bernama Andreas Dritzehn.

Ya, untung ada mesin cetak Gutenberg. Dengan penemuan mesin cetak ini, ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi eksklusif bagi kalangan tertentu. Ilmu pengetahuan dan informasi tidak lagi dimonopoli kalangan tertentu. Semua orang bisa mendapatkan informasi karena saat itu printing berhasil bertransformasi menjadi komoditas yang diproduksi dan didistribusikan secara massal. Mesin cetak Guternberg menstimulasi manusia untuk mengembangkan rasionalitas yang mereka miliki.

Untung ada koran. Walaupun revolusi teknologi terus menggeser keberadaan surat kabar cetak, surat kabar cetak tetap memiliki relevansi tinggi bagi hidup kita. Koran tetap menjadi media yang populer untuk menginformasikan berbagai berita pada masyarakat dan menganalisis berbagai kejadian yang membentuk hidup kita. Ada sekitar 1 triliiun orang di dunia ini yang masih membaca surat kabar cetak setiap harinya.

Untung ada Solfian Akhmad yang merintis penerbitan sebuah surat kabar harian bernama Lampung Post pada 1974. Kegigihannya menerbitkan koran ini sampai-sampai ia pernah menjual gelang sang istri agar surat kabarnya bisa naik cetak; membuat Lampung Post tumbuh menjadi koran yang disegani dan kemudian "dipinang" Surya Persindo (milik Surya Paloh) tahun 1989.

Ya, untung ada Lampung Post. Harian ini menyediakan wahana bagi persemaian kecendekiawanan. "Saya bersahabat dengan Lampung Post sejak 1970-an. Jadi saya hafal betul gaya tulisan wartawan Lampung Post dan itu tidak dimiliki media massa lain," kata guru besar FKIP Unila Sudjarwo.

Untung ada Buras-nya Bambang Eka Wijaya, Refleksi-nya Djadjat Sudradjat, Tajuk, Nuansa, ruang Opini di Lampung Post. Kalau tidak, mana mungkin kita bisa mencoba memahami lebih mendasar persoalan negara-bangsa kita saat ini. Esensi-esensi masalah setidaknya tertuang di kolom-kolom itu.

Untung ada Wat Wat Gawoh di antara berita-berita keras tentang politik, ekonomi, dan kriminalitas. Dengan begitu, kita bisa dibikin cengengesan sebentar untuk menghilangkan kejenuhan.

Untung ada Puisi, Cerpen, dan Esai Budaya. Biar kita ikut membangun peradaban bangsa. Kebayang aja kalau tidak ada rubrik-rubrik ini. Kita bisa-bisa semakin jauh dari manusia dan kemanusiaan.

Untung ada rubrik Bandar Lampung, Ruwa Jurai, Politika, Nasional, Internasional, Pemilukada, Olahraga, Pertanian, Kesehatan, Pendidikan, Wawancara, Fokus, Inspirasi, dan rubrik-rubrik lain. Inilah yang membuat kita senang membaca Lampung Post.

Dan, hehee...untung ada Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, Pithagiras, Udien, Radin Mak Iwoh, dan Paman Takur. Celoteh mereka bisa sedikit menghibur kalau tidak bikin tambah cenat-cenut. 


Lampung Post, Jumat, 10 Agustus 2012