Oleh Udo Z. Karzi
"SUNGGUH teganya dirimu teganya teganya teganya teganya.... Pada diriku....," Udien menyanyikan lagu Meggi Z., Senyum Membawa Luka dengan penuh penghayatan.
"Hui, lagi cadang hati tah? Udahlah jangan terlalu dipikir. Entar senewen, kan saya juga yang susah," komentar Pithagiras menghentikan senandung dan bikin Udien esmosi.
"Sapa muneh sai cadang hati. Saya ini lagi kesel ngedenger orang yang memancing di air keruh, menari-nari di atas penderitaan orang lain, cari untung di tengah kesulitan orang banyak....," Udien berapi-api.
"Sabar-sabar Dien, jangan kesurupan," kata Mat Puhit malah bikin Udien tambah berang.
"Orang-orang itu memang tak tahu diri. Sibuk dengan kepentingan sendiri. Inilah yang membuat kita nggak maju-maju. Apa-apa dipotong, apa disunat, apa-apa diambil meski bukan bukan miliknya...." Udien tambah ngos-ngosan.
"Ana kidah, coba tenang dulu, Dien. Apa pasal?" Minan Tunja ikut nimbrung.
Mendengar suara lembut (caelah hehee...) Minan Tunja, Udien mulai mengatur nafasnya dan mulai bercerita. Sejumlah warga mengaku dana bantuan banjir yang disalurkan Pemerintah Kota Bandar Lampung tidak utuh mereka terima.
Warga menerima Rp500 ribu sebagaimana dijanjikan Pemkot, tetapi kemudaian ada pengurus RT yang mendatanginya dan meminta biaya administrasi antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per keluarga. "Waktu di kelurahan memang belum dipotong. Sampai di rumah baru diminta seratus ribu," kata Minah, warga RT 04 Kelurahan Gunungmas, Telukbetung Selatan, Minggu (10-2).
"Kelewatan. Mana rasa kemanusiaan mereka. Itu kan jelas-jelas bantuan kepada korban banjir. Kok tega-teganya main sunat. Benar-benar nggak punya hati nurani. Benar-benar tak punya perikemanusiaan. Benar-benar tak beradab. Benar-benar...," giliran Mat Puhit yang geram.
"Induh api aga cawa (entah apa yang harus dikatakan). Kok masih saja ada tak punya perasaan seperti itu...." ucap Minan Tunja. n
Lampung Post, Selasa, 12 Februari 2013
"SUNGGUH teganya dirimu teganya teganya teganya teganya.... Pada diriku....," Udien menyanyikan lagu Meggi Z., Senyum Membawa Luka dengan penuh penghayatan.
"Hui, lagi cadang hati tah? Udahlah jangan terlalu dipikir. Entar senewen, kan saya juga yang susah," komentar Pithagiras menghentikan senandung dan bikin Udien esmosi.
"Sapa muneh sai cadang hati. Saya ini lagi kesel ngedenger orang yang memancing di air keruh, menari-nari di atas penderitaan orang lain, cari untung di tengah kesulitan orang banyak....," Udien berapi-api.
"Sabar-sabar Dien, jangan kesurupan," kata Mat Puhit malah bikin Udien tambah berang.
"Orang-orang itu memang tak tahu diri. Sibuk dengan kepentingan sendiri. Inilah yang membuat kita nggak maju-maju. Apa-apa dipotong, apa disunat, apa-apa diambil meski bukan bukan miliknya...." Udien tambah ngos-ngosan.
"Ana kidah, coba tenang dulu, Dien. Apa pasal?" Minan Tunja ikut nimbrung.
Mendengar suara lembut (caelah hehee...) Minan Tunja, Udien mulai mengatur nafasnya dan mulai bercerita. Sejumlah warga mengaku dana bantuan banjir yang disalurkan Pemerintah Kota Bandar Lampung tidak utuh mereka terima.
Warga menerima Rp500 ribu sebagaimana dijanjikan Pemkot, tetapi kemudaian ada pengurus RT yang mendatanginya dan meminta biaya administrasi antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per keluarga. "Waktu di kelurahan memang belum dipotong. Sampai di rumah baru diminta seratus ribu," kata Minah, warga RT 04 Kelurahan Gunungmas, Telukbetung Selatan, Minggu (10-2).
"Kelewatan. Mana rasa kemanusiaan mereka. Itu kan jelas-jelas bantuan kepada korban banjir. Kok tega-teganya main sunat. Benar-benar nggak punya hati nurani. Benar-benar tak punya perikemanusiaan. Benar-benar tak beradab. Benar-benar...," giliran Mat Puhit yang geram.
"Induh api aga cawa (entah apa yang harus dikatakan). Kok masih saja ada tak punya perasaan seperti itu...." ucap Minan Tunja. n
Lampung Post, Selasa, 12 Februari 2013