Oleh Udo Z. Karzi
21 JUNI 2013. Sempurna, Mang Cek. Betul itu, hari ini Mang Cek bukan mengakhiri, melainkan menyempurnakan tugas kewartawanan.
Memang dalam bahasa formalnya, Mang Cek resmi pensiun sebagai karyawan/wartawan Lampung Post. Tapi sesungguhnya Mang Cek justru memulai sebuah tugas baru dari profesi kewartawanan itu.
***
"TIDAK pernah ada kata pensiun untuk seorang wartawan. Tetapi, apakah di sini nanti (tugas) saya yang terakhir... hanya Allah yang mengetahui," kata Djafar Assegaff (1956-2013) menjawab pertanyaan, "Apakah ini terminal terakhir?"
Prestasi Djafar dalam hal beralih tempat tugas memang luar biasa: Redaktur Politik Harian Indonesia Raya (1956-1959), Wakil Pemimpin Redaksi Harian Abadi (1959-1960), Managing Editor Indonesia Raya (1968-1972), Pemimpin Redaksi Suara Karya (1972), Pemimpin Redaksi Majalah Warta Ekonomi (1990-1993), dan Pemimpin Redaksi Harian Media Indonesia (1997-2001), Wakil Pemimpin Umum Media Indonesia (2002).
Tidak tidak hanya wartawan, alumnus angkatan pertama jurusan publisistik Universitas Indonesia ini sejak 1964 menjadi dosen di almamaternya. Dia kemudian diperbantukan di seksi penerangan Komando Operasi Tertinggi (Koti) 1964-1968. Pernah juga menjadi Dubes Republik Indonesia di Vietnam (1993--1997). Ia masih Ketua Dewan Pembina Partai NasDem ketika ia dipanggil Allah swt. ke "terminal terakhir"-nya pada 12 Juni 2013.
***
ANGKA 21 itu hanya 12 yang di balik, Mang Cek. Di dua tanggal itu pada bulan yang sama, Juni 2013, ada yang menyempurnakan kehidupan, ada pula yang menyempurnakan tugas.
Heru Zulkarnain, kelahiran Telukbetung, Bandar Lampung, 21 Juni 1957. Ia mengawali karier jurnalistik di Lampung Post 1980-an. Kemudian menjadi koresponden Harian Prioritas, 1983 sebelum dibreidel pada 1987. Lalu berturut-turut menjadi jurnalis Media Indonesia, Lampung Post, Harian Neraca, Suara Bangsa, dan kembali ke Lampung Post sejak 1999.
Pernah coba-coba memasuki ranah politik, tetapi rupanya itu bukan jalannya, sehingga memutuskan tetap di jalur pers hingga purna tugas pada 21 Juni 2013 ini. Meskipun purnakarya, Mang Cek memutuskan tetap menjadi wartawan dengan menjadi koresponden Lampung Post di Kabupaten Pesawaran.
Ketika Mang Cek -- demikian Heru lebih dikenal di kantor -- berkata, "Saya masih pengen menjadi wartawan karena saya tidak punya kebisaan lain," sesungguhnya Mang Cek hanya berendah hati saja. Sebab, benar adanya wartawan adalah profesi yang tak pernah pensiun.
Untuk kesetiaan Mang Cek pada jurnalisme, Mamak Kenut cuma mau bilang, "Sempurna!" n
Lampung Post, Jumat, 21 Juni 2013
21 JUNI 2013. Sempurna, Mang Cek. Betul itu, hari ini Mang Cek bukan mengakhiri, melainkan menyempurnakan tugas kewartawanan.
Memang dalam bahasa formalnya, Mang Cek resmi pensiun sebagai karyawan/wartawan Lampung Post. Tapi sesungguhnya Mang Cek justru memulai sebuah tugas baru dari profesi kewartawanan itu.
***
"TIDAK pernah ada kata pensiun untuk seorang wartawan. Tetapi, apakah di sini nanti (tugas) saya yang terakhir... hanya Allah yang mengetahui," kata Djafar Assegaff (1956-2013) menjawab pertanyaan, "Apakah ini terminal terakhir?"
Prestasi Djafar dalam hal beralih tempat tugas memang luar biasa: Redaktur Politik Harian Indonesia Raya (1956-1959), Wakil Pemimpin Redaksi Harian Abadi (1959-1960), Managing Editor Indonesia Raya (1968-1972), Pemimpin Redaksi Suara Karya (1972), Pemimpin Redaksi Majalah Warta Ekonomi (1990-1993), dan Pemimpin Redaksi Harian Media Indonesia (1997-2001), Wakil Pemimpin Umum Media Indonesia (2002).
Tidak tidak hanya wartawan, alumnus angkatan pertama jurusan publisistik Universitas Indonesia ini sejak 1964 menjadi dosen di almamaternya. Dia kemudian diperbantukan di seksi penerangan Komando Operasi Tertinggi (Koti) 1964-1968. Pernah juga menjadi Dubes Republik Indonesia di Vietnam (1993--1997). Ia masih Ketua Dewan Pembina Partai NasDem ketika ia dipanggil Allah swt. ke "terminal terakhir"-nya pada 12 Juni 2013.
***
ANGKA 21 itu hanya 12 yang di balik, Mang Cek. Di dua tanggal itu pada bulan yang sama, Juni 2013, ada yang menyempurnakan kehidupan, ada pula yang menyempurnakan tugas.
Heru Zulkarnain, kelahiran Telukbetung, Bandar Lampung, 21 Juni 1957. Ia mengawali karier jurnalistik di Lampung Post 1980-an. Kemudian menjadi koresponden Harian Prioritas, 1983 sebelum dibreidel pada 1987. Lalu berturut-turut menjadi jurnalis Media Indonesia, Lampung Post, Harian Neraca, Suara Bangsa, dan kembali ke Lampung Post sejak 1999.
Pernah coba-coba memasuki ranah politik, tetapi rupanya itu bukan jalannya, sehingga memutuskan tetap di jalur pers hingga purna tugas pada 21 Juni 2013 ini. Meskipun purnakarya, Mang Cek memutuskan tetap menjadi wartawan dengan menjadi koresponden Lampung Post di Kabupaten Pesawaran.
Ketika Mang Cek -- demikian Heru lebih dikenal di kantor -- berkata, "Saya masih pengen menjadi wartawan karena saya tidak punya kebisaan lain," sesungguhnya Mang Cek hanya berendah hati saja. Sebab, benar adanya wartawan adalah profesi yang tak pernah pensiun.
Untuk kesetiaan Mang Cek pada jurnalisme, Mamak Kenut cuma mau bilang, "Sempurna!" n
Lampung Post, Jumat, 21 Juni 2013