Oleh Udo Z Karzi
KABAR tak sedap menerpa Universitas Lampung (Unila). Seorang dosen Unila menuding Wakil Rektor I Bujang Rahman memanipulasi data untuk kenaikan pangkat meraih gelar profesor.
Dalam keterangan pers bermaterai Rp6.000, sang dosen Yurni Atmaja menyebutkan Bujang Rahman mengantongi dua SK sekaligus dalam tanggal yang sama dan tujuan sama, hanya perihal dan penandatanganan SK yang berbeda.
Kasus serupa sebenarnya pernah terjadi di sebuah fakultas di kampus hijau ini. Namun, setelah ribut-ribut soal ini, akhir yang bersangkutan dengan kesadaran sendiri akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya.
Kini, kasus serupa terjadi. Tapi, pimpinan Unila menganggap ini soal sepele. Rektor Hasriadi Mat Akin naga-naganya tidak akan mengambil tindakan atau memberikan sanksi apa pun terhadap kasus ini.
"Kasus Bujang Rahman itiu terjadi pada era Pak Sugeng. Jadi maaf ya... hanya itu komentar saya...," kata Hasriadi kepada Fajar Sumatera.
Dan yang dituding juga payah. Bujang Rahman enggan memberi jawaban mengenai aibnya yang dibongkar. "Pak Bujang Rahman tak bisa diganggu. Jadi, tak ada komentar," kata penjaga ruangan Warek I Unila.
***
Bagaimanakah kelanjutan ceritanya? Hingga kemarin, sivitas akademika Unila masih tenang-tenang saja. Tidak ada banyak yang tahu atau cari aman saja? Atau, barangkali soal ini dianggap hal biasa saja? Tidak terdengar juga apakah ada rapat pimpinan Unila untuk membahas masalah ini atau tidak.
“Kampus adalah benteng moral, bukan sekadar tempat ilmu pengetahuan,” kata mantan Rektor Universitas Padjadjaran Ganjar Kurnia sekali waktu saat menyambut mahasiswa baru tahun ajaran 2014/2015.
Nah, sebagai benteng moral, sivitas akademika Unila tentu harus bersih dari berbagai bentuk ketidakjujuran, manipulasi, dan sikap menghalalkan segala cara untuk menggapai karier.
Kita tidak menuduh Warek I Unila telah melakukan kecurangan. Tapi, yang lebih penting dari itu adalah jawaban yang sejujurnya atas tuduhan ini dari yang bersangkutan. Atau, buktikan bahwa tudingan itu tidak benar. Dan, harus ada penyelesaian yang adil dan bijaksana atas persoalan ini. Kalau tidak, ini bisa jadi preseden buruk.
Jadi, jangan cuek geh! []
~ Fajar Sumatera, Selasa, 17 Mei 2016
KABAR tak sedap menerpa Universitas Lampung (Unila). Seorang dosen Unila menuding Wakil Rektor I Bujang Rahman memanipulasi data untuk kenaikan pangkat meraih gelar profesor.
Dalam keterangan pers bermaterai Rp6.000, sang dosen Yurni Atmaja menyebutkan Bujang Rahman mengantongi dua SK sekaligus dalam tanggal yang sama dan tujuan sama, hanya perihal dan penandatanganan SK yang berbeda.
Kasus serupa sebenarnya pernah terjadi di sebuah fakultas di kampus hijau ini. Namun, setelah ribut-ribut soal ini, akhir yang bersangkutan dengan kesadaran sendiri akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya.
Kini, kasus serupa terjadi. Tapi, pimpinan Unila menganggap ini soal sepele. Rektor Hasriadi Mat Akin naga-naganya tidak akan mengambil tindakan atau memberikan sanksi apa pun terhadap kasus ini.
"Kasus Bujang Rahman itiu terjadi pada era Pak Sugeng. Jadi maaf ya... hanya itu komentar saya...," kata Hasriadi kepada Fajar Sumatera.
Dan yang dituding juga payah. Bujang Rahman enggan memberi jawaban mengenai aibnya yang dibongkar. "Pak Bujang Rahman tak bisa diganggu. Jadi, tak ada komentar," kata penjaga ruangan Warek I Unila.
***
Bagaimanakah kelanjutan ceritanya? Hingga kemarin, sivitas akademika Unila masih tenang-tenang saja. Tidak ada banyak yang tahu atau cari aman saja? Atau, barangkali soal ini dianggap hal biasa saja? Tidak terdengar juga apakah ada rapat pimpinan Unila untuk membahas masalah ini atau tidak.
“Kampus adalah benteng moral, bukan sekadar tempat ilmu pengetahuan,” kata mantan Rektor Universitas Padjadjaran Ganjar Kurnia sekali waktu saat menyambut mahasiswa baru tahun ajaran 2014/2015.
Nah, sebagai benteng moral, sivitas akademika Unila tentu harus bersih dari berbagai bentuk ketidakjujuran, manipulasi, dan sikap menghalalkan segala cara untuk menggapai karier.
Kita tidak menuduh Warek I Unila telah melakukan kecurangan. Tapi, yang lebih penting dari itu adalah jawaban yang sejujurnya atas tuduhan ini dari yang bersangkutan. Atau, buktikan bahwa tudingan itu tidak benar. Dan, harus ada penyelesaian yang adil dan bijaksana atas persoalan ini. Kalau tidak, ini bisa jadi preseden buruk.
Jadi, jangan cuek geh! []
~ Fajar Sumatera, Selasa, 17 Mei 2016
No comments:
Post a Comment