Oleh Udo Z. Karzi
SEKADAR melewati--apalagi berkeliling--Negarabatin bukan hal yang menyenangkan. Percuma gembar-gembor berpromosi alangkah indahnya negeri ini. Percuma membuat target gede-gedean akan ada kunjungan turis banyak-banyak yang kemudian memuji-muji keramahan penduduk ini setinggi langit.
Nol. Bohong besar! Bagaimana mau nyaman, ketika baru mulai masuk ke Negarabatin saja, jalan-jalan raya jauh dari mulus. Jangankan naik odong-odong, naik sedan mulus pun tetap saja jauh dari rasa nikmat. Jalan-jalan di Negarabatin rusak, mengelupas, berlubang di mana-mana. Di beberapa tempat air menggenang sekalipun tidak hujan. Jangan dikata kalau benar-benar hujan lebat. Air banyak yang tumpah dari langit seakan tak mampu ditampung. Jalan-jalan pun menjelma sungai.
Buruknya sarana transportasi banyak menimbulkan masalah. Keterlambatan, kemacetan, dan kesemrawutan lalu lintas juga disumbang oleh rusaknya jalan raya. Kecelakaan akibat lubang jalan berulang kali terjadi.
Udien sempat bertanya kepada pemimpin Negarabatin tentang upaya memperbaiki jalan raya. Jawaban sang petinggi jauh dari menggembirakan. "Dana kita tidak cukup untuk memperbaiki seluruh jalan raya yang rusak," kata sang pemimpin waktu itu.
Ini cerita di dalam sebuah angkutan kota (angkot). Mamak Kenut, Mat Puhit, Minan Tunja, dan Pithagiras kebetulan sedang menumpang angkot tersebut. Angkot tengah melewati sebuah ruas jalan kota di Negarabatin pada sebuah tempat jalan tak pernah bagus. Jalan itu sempat diperbaiki--atau icak-icak diperbaki, rusak lagi. Kini, jalan di tempat ini menjadi sebuah kubangan.
"Jalan ini tak pernah bagus," celetuk Minan Tunja.
"Apa saja kerja pemerintah," gerutu Mat Puhit.
"Jalan ini kan sudah berapa kali aja diperbaiki. Tapi, hanya bertahan beberapa hari, rusak lagi," sahut Pithagiras.
"Katanya sih, pemerintah kekurangan dana untuk memperbaiki jalan," kata Minan Tunja lagi.
"Kemarin aja saya sudah nyumbang 3M," kata sopir angkot nimbrung.
"Banyak amat? Dari mana? Baik benar Abang ini."
"Bukan Rp3 miliar, 3 kali merengut," kata sopir.
"Lah, saya malah ber-em-em-an," kata Mamak Kenut.
"Maksudnya?"
"Memaki-maki terus..."
Tapi, siapa yang peduli?
Lampung Post, Senin, 7 Juni 2010
No comments:
Post a Comment