Wednesday, April 9, 2014

Pemilu(kada), Saatnya Berubah...

Oleh Udo Z. Karzi

HARI ini tidak kurang dari 185 juta warga negara Indonesia yang akan menggunakan hak politiknya, memilih calon legislatif, mulai dari DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Provinsi, sampai DPR RI. Khusus Lampung yang memiliki 5,9 juta pemilih, masih ditambah lagi dengan memilih gubernur Lampung.

Pemilu legislatif dan pemilihan gubernur menjadi sarana penting bagi rakyat dalam menentukan masa depan daerah dan negara ini lima tahun ke depan. Ya, rakyat harus diakui sebagai salah satu entitas penting berdirinya negara. Negara tidak bisa berdiri, kokoh dan kuat tanpa rakyat yang menjadi penopangnya.

Rakyatlah yang berdaulat sehingga negara pada akhirnya mendapatkan pengakuan oleh negara lain, sehingga memiliki kedaulatan ke dalam maupun ke daulatan keluar.

Para pemikir teori berdirinya negara, seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jeacques Rousseau, dalam teori perjanjian (puctum subjectionis, puctum unionis), mengatakan rakyat tidak sepenuhnya menyerahkan hak mereka kepada sang “raja” atau penguasa yang sedang menanggung amanat rakyat.

Ada hak-hak dasar yang tidak bisa dirampas oleh raja dalam melaksanakan amanat rakyat sebagai tindak lanjut mengatur kekuasaan dan cara menyalurkan tugas lembaga-lembaga negara itu.
Pemilihan umum dapat dikatakan sebagai anak kandung demokrasi yang dijalankan untuk mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat dalam fenomena ketatanegaraan.

Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi, antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan.

Melalui pemilu pula dapat terwujud dua konsep demokrasi dan negara hukum yang telah diamanatkan dalam konstitusi (UUD 1945).
Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang". Jadi, pemilu merupakan kegiatan politik yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan kekuasaan dalam sebuah negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi.

Meminjam pandangan Robert Dahl, pemilihan umum merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi suatu pemerintahan demokrasi di zaman modern. Pemilihan umum dewasa ini menjadi suatu parameter dalam mengukur demokratis tidaknya suatu negara, bahkan pengertian demokrasi sendiri secara sedehana tidak lain adalah suatu sistem politik dengan para pembuat keputusan kolektif tertinggi di dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala.

Pemilu memfasilitasi sirkulasi elite, baik antara elite yang satu dengan yang lainnya maupun pergantian dari kelas elite yang lebih rendah yang kemudian naik ke kelas elite yang lebih tinggi. Sikulasi ini akan berjalan dengan sukses dan tanpa kekerasan jika pemilu diadakan dengan adil dan demokratis.

Di sinilah letak pentingnya pemilu dan pemilukada. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi setiap warga negara untuk mengabaikan pemilu(kada), membiarkan hak politik kita terbuang percuma.
Seiring peningkatan pengetahuan dan kesadaran politik, kita berharap masyarakat mau mempergunakan hak pilih dengan mendatangi tempat pemilihan suara (TPS), kemudian mencoblos calon legislatif dan calon gubernur yang mereka yakini mampu memperjuangkan perubahan dan mengemban kepercayaan rakyat untuk lima tahun ke depan.

Golongan putih (golput), meskipun tidak terlarang, menjadi tidak relevan lagi dalam kehidupan demokrasi yang semakin mendapat tempat di negeri ini. Jangan golput jika ingin negara ini berkembang maju di tangan pemimpin-pemimpin yang berkualitas, berintegrasi, dan amanah hasil pilihan rakyat. Selamat memilih.

(“Nulis kok serius banget,” Mamak Kenut meledek Udien.

“Ini kan disponsori KPU. Hehee...,” sahut Udien sekenanya.)



Lampung Post, Rabu 9 April 2014


No comments:

Post a Comment