Oleh Udo Z. Karzi
KUNCINYA kreatif. Tanpa kreativitas, sulit mengikuti perkembangan zaman, sementara dunia selalu berubah. Tidak ada yang abadi kecuali perubahan... makanya, kreatif.
Begitu berkali-kali sering Mamak Kenut dengar dalam berbagai kesempatan. Karena itu ketika kasih materi menulis ilmiah populer dalam sebuah pelatihan karya ilmiah mahasiswa sebuah perguruan tinggi, Kamis (26/6), ia pun bersabda dengan entah mengutip siapa: "Berpikir kreatif sangat penting dalam mendukung kemampuan menulis. Nah, terkadang hal ini yang membuat seseorang menjadi minder untuk menulis karena merasa dirinya kurang atau tidak berbakat. Padahal, bakat itu baru bisa kita ketahui apabila kita telah mencobanya dan ternyata bakat itu bisa diasah."
"Agui, Mamak Kenut bersabda," ledek Minan Tunja.
Mamak Kenut pura-pura enggak dengar lalu melanjutkan, "Pengetahuan tanpa kreativitas tidak akan berkembang. Sebaliknya, kreativitas yang didukung dengan ilmu pengetahuan tentu akan membuat seseorang menjadi orang yang sukses. Oleh karena itu, ayo kita mengasah daya berpikir dan berimajinasi dengan terus berlatih dan menambah ilmu pengetahuan, seperti apa yang diucapkan oleh ilmuwan cerdas yang baru menggunakan 1% fungsi otaknya, Albert Einsten: Imagination is more important than knowledge."
"Wow, kutipan yang hebat," celetuk Mat Puhit.
"Merasa diri tidak kreatif dapat mengakibatkan seseorang benar-benar tidak kreatif, padahal setiap orang dapat kreatif asal tahu kuncinya yaitu: 'Menjadi kreatif berarti melihat sesuatu yang sama seperti orang lain, tetapi memikirkan sesuatu yang berbeda'."
Entahlah, secara kebetulan Udien membaca Kompas, kemarin (27/6) yang hadir dengan Edisi Khusus Energi Kota Kreatif 100+ Halaman. Bagaimana menentukan "kota kreatif"? Begini antara lain Kompas menulis: "... Kota dirancang atau ditata ulang dengan berorientasi pada penyediaan prasarana dan sarana untuk memudahkan mobilitas manusia, barang, dan jasa tanpa harus merusak lingkungan. Secara dialektis, kota kreatif membuat para penghuninya juga menjadi kreatif. Hanya dalam lingkungan hunian kota yang dinamis, bergairah, dan kreatif, warga dapat mengembangkan diri secara leluasa. Sebaliknya, kota yang tidak kreatif membuat penghuninya cenderung pasif, tidak mampu beradaptasi dengan perubahan. Kegagalan beradaptasi membuat kota menjadi korban, berkembang liar. Kota semacam ini sama sekali tidak kondusif bagi proses pengembangan hidup yang lebih kreatif dan dinamis." (Rikard Bangun, Kota Kreatif Pilihan Masa Depan, Kompas, 27/6, hlm. 1 & 9)
Dengan indikator ini, tersebutlah beberapa kota kreatif yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kota-kota kreatif ini digambarkan dalam peta Sebaran Daerah Kreatif di halaman 41.
Bagaimana dengan kota-kota di Lampung? Katakanlah Bandar Lampung? Ahai... Kota-kota kreatif itu dominan menyebar di Pulau Jawa, Bali, dan NTT. Di Sumatera hanya ada Kota Medan, Kota Batam, Kota Padang, Bukittinggi, Kabupaten Tanah Datar, Kota Sawahlunto, dan Kabupaten Belitung.
"Ana kidah. Api guaini ulun Lampung?" tanya Pithagiras.
"Induh, nyak mak pandai," sahut Mamak Kenut sambil kabur. n
Lampung Post, Sabtu, 28 Juni 2014
KUNCINYA kreatif. Tanpa kreativitas, sulit mengikuti perkembangan zaman, sementara dunia selalu berubah. Tidak ada yang abadi kecuali perubahan... makanya, kreatif.
Begitu berkali-kali sering Mamak Kenut dengar dalam berbagai kesempatan. Karena itu ketika kasih materi menulis ilmiah populer dalam sebuah pelatihan karya ilmiah mahasiswa sebuah perguruan tinggi, Kamis (26/6), ia pun bersabda dengan entah mengutip siapa: "Berpikir kreatif sangat penting dalam mendukung kemampuan menulis. Nah, terkadang hal ini yang membuat seseorang menjadi minder untuk menulis karena merasa dirinya kurang atau tidak berbakat. Padahal, bakat itu baru bisa kita ketahui apabila kita telah mencobanya dan ternyata bakat itu bisa diasah."
"Agui, Mamak Kenut bersabda," ledek Minan Tunja.
Mamak Kenut pura-pura enggak dengar lalu melanjutkan, "Pengetahuan tanpa kreativitas tidak akan berkembang. Sebaliknya, kreativitas yang didukung dengan ilmu pengetahuan tentu akan membuat seseorang menjadi orang yang sukses. Oleh karena itu, ayo kita mengasah daya berpikir dan berimajinasi dengan terus berlatih dan menambah ilmu pengetahuan, seperti apa yang diucapkan oleh ilmuwan cerdas yang baru menggunakan 1% fungsi otaknya, Albert Einsten: Imagination is more important than knowledge."
"Wow, kutipan yang hebat," celetuk Mat Puhit.
"Merasa diri tidak kreatif dapat mengakibatkan seseorang benar-benar tidak kreatif, padahal setiap orang dapat kreatif asal tahu kuncinya yaitu: 'Menjadi kreatif berarti melihat sesuatu yang sama seperti orang lain, tetapi memikirkan sesuatu yang berbeda'."
Entahlah, secara kebetulan Udien membaca Kompas, kemarin (27/6) yang hadir dengan Edisi Khusus Energi Kota Kreatif 100+ Halaman. Bagaimana menentukan "kota kreatif"? Begini antara lain Kompas menulis: "... Kota dirancang atau ditata ulang dengan berorientasi pada penyediaan prasarana dan sarana untuk memudahkan mobilitas manusia, barang, dan jasa tanpa harus merusak lingkungan. Secara dialektis, kota kreatif membuat para penghuninya juga menjadi kreatif. Hanya dalam lingkungan hunian kota yang dinamis, bergairah, dan kreatif, warga dapat mengembangkan diri secara leluasa. Sebaliknya, kota yang tidak kreatif membuat penghuninya cenderung pasif, tidak mampu beradaptasi dengan perubahan. Kegagalan beradaptasi membuat kota menjadi korban, berkembang liar. Kota semacam ini sama sekali tidak kondusif bagi proses pengembangan hidup yang lebih kreatif dan dinamis." (Rikard Bangun, Kota Kreatif Pilihan Masa Depan, Kompas, 27/6, hlm. 1 & 9)
Dengan indikator ini, tersebutlah beberapa kota kreatif yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kota-kota kreatif ini digambarkan dalam peta Sebaran Daerah Kreatif di halaman 41.
Bagaimana dengan kota-kota di Lampung? Katakanlah Bandar Lampung? Ahai... Kota-kota kreatif itu dominan menyebar di Pulau Jawa, Bali, dan NTT. Di Sumatera hanya ada Kota Medan, Kota Batam, Kota Padang, Bukittinggi, Kabupaten Tanah Datar, Kota Sawahlunto, dan Kabupaten Belitung.
"Ana kidah. Api guaini ulun Lampung?" tanya Pithagiras.
"Induh, nyak mak pandai," sahut Mamak Kenut sambil kabur. n
Lampung Post, Sabtu, 28 Juni 2014