Saturday, December 3, 2011

Zaman Kegelapan

Oleh Udo Z. Karzi


"SESUNGGUHNYA dunia ini dalam kegulitaan bagi orang yang begitu mencintai keduniawian," kata sang khatib.

Mamak Kenut hanya mendengar samar khotbah Jumat itu karena dia sendiri sedang berada dalam kegelapan. Ngantuk berat! Heheee...

Tapi baiklah... ungkapan bijak itu cukup baik juga untuk direnungkan. Ambil koran lalu bacalah ini: "Berdasarkan indeks persepsi korupsi, Indonesia masih masuk jajaran negara-negara terkorup. Menurut Survei Transparancy International, skor IPK Indonesia adalah 3, beranjak 0,2 dari skor tahun lalu. Indonesia menempati urutan ke-100 dari 183 negara. Skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia sama dengan Argentina, Benin, Burkina Faso, Djibouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Sao Tome and Principe, Suriname, dan Tanzania. Skor Indonesia masih di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand."

"Benar kan gelap?" seru Minan Tunja. Dan bertambah gelap ketika membaca perkara korupsi proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan, dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin yang sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (30-11).

Ada juga temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencium transaksi mencurigakan. Ada 1.818 transaksi yang terindikasi tinfak pidana... dst.

***

Lalu, Pithagiras menerawang ke sebuah masa di Eropa yang disebut dengan zaman kegelapan (dark age) di abad pertengahan. Eropa dilanda zaman kegelapan sebelum tiba zaman pembaruan. Pada zaman kelam itu masyarakat Eropa menghadapi kemunduran intelek dan kemunduran ilmu pengetahuan. Zaman ini berlangsung selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Romawi dan berakhir dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi.

Gelap juga dianggap sebagai tidak adanya prospek yang jelas bagi masyarakat Eropa, keadaan ini merupakan wujud kekuasaan agama, yaitu gereja Kristiani yang sangat berpengaruh. Gereja serta para pendeta mengawasi pemikiran masyarakat dan juga politik.

Mereka berpendapat hanya gereja yang pantas untuk menentukan kehidupan, pemikiran, politik, dan ilmu pengetahuan. Akibatnya, kaum cendekiawan yang terdiri dari ahli-ahli sains merasa mereka ditekan dan dikawal ketat.

Pemikiran mereka pun ditolak, dan timbul ancaman dari gereja, yaitu siapa yang mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja akan ditangkap dan didera, malah ada yang dibunuh.

***

"Kembali ke Indonesia tercinta, mungkinkah kita kini tengah menghadapi (mengalami) masa-masa kegelapan?" tanya Mat Puhit.

Mungkin saja, kalau mengingat betapa orang-orang mendewakan apa-apa yang bersifat keduniawian, kebendaan, dan materialisme. Betapa banyak—barangkali juga sedikit, cuma terasa menonjol—orang yang mengumbar nafsu berkuasa. Keduanya, harta dan tahta (wanita juga kali ya?) telah menguasai kehidupan di negeri ini, sehingga akal sehat, nalar, ilmu pengetahuan, moralitas, dan ajaran agama seolah disingkirkan jauh-jauh dari praktek berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Gelap! Sebab banyak orang menerabas sesuatu yang bersifat sunnatullah.

***

"Kira-kira kapan ya kita keluar dari masa-masa suram seperti ini," tanya seseorang.

Dan pertanyaan ini berlalu tanpa jawab...


Lampung Post, Sabtu, 03 Desember 2011

No comments:

Post a Comment