Oleh Udo Z. Karzi
KREATIVITAS adalah sumber dari kesuksesan, bahkan termasuk bisa menghasilkan uang. Karena uang, bisa jadi orang akan menjadi pekerja keras; banting tulang, dan peras otak untuk menghasilkan uang.
Tapi betapa risinya Mat Puhit membaca berita dalam beberapa hari ini. Sebab, isinya keluhan tentang ketiadaan uang.
Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. bilang pusat harus membantu daerah dalam penanganan bencana karena uang daerah dikit. "Lampung termasuk daerah rawan bencana, seperti gempa, tsunami, tanah longsor. Penanganannya tidak bisa hanya mengandalkan daerah karena peralatan tanggap bencana dan dana tidak memadai," katanya menanggapi jalan Liwa—Krui yang putus karena tanah longsor (Lampost, 15/11).
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Lampung Hanibal juga berkata mak ngedok pitisni (tak ada dananya) untuk merenovasi Gelanggang Olahraga (GOR) Saburai. Meskipun kondisi GOR Saburai dengan dinding terkelupas, penuh coretan, atap bocor, dan lainnya, tidak bisa segera diperbaiki mengingat minimnya anggaran 2013. "Semua itu belum bisa terlaksana karena memang anggaran untuk tahun ini memang defisit," kata Hanibal (Lampost, 13/11).
Konon, dana miliaran rupiah telah menggelontor untuk pembangunan Gedung Kesenian Lampung (GKL). Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Lampung itu telah sampai pada tahap keenam sejak 2008, tetapi belum juga selesai. Tapi, Kepala Dinas Pengairan dan Permukiman Provinsi Lampung Arief Hidayat tetap saja mengaku dananya kurang. "Hanya anggaran yang kurang, kalau dana cukup pasti cepat selesai." (Lampost, 12/12).
Walaupun tetap ramai dan kegiatan kesenian tetap menggeliat, kondisi Taman Budaya Lampung (TBL) sangat memprihatinkan. Bisa diduga penyebabnya karena minimnya dana. Jalan, gedung pemerintah, fasilitas, dan berbagai kerusakan lain, semua argumennya mengarah pada satu hal: tak ada anggaran.
"Saya pusing lagi bokek," lapor Mamak Kenut kepada Pak Bos.
"Sama saja, saya lagi enggak punya uang. Banyak keperluan...," kata jawab Pak Bos.
"Wadoh, kalau Pak Bos enggak borju, gimana mau bantu kami-kami yang dipimpin. Bawahan kan minta tolong sama atasan, yang miskin mohon bantuan sama yang kaya. Kepada siapa lagi nih kami minta tolong?" gerutu Minan Tunja.
"Ngupi pai," ajak Radin Mak Iwoh. Nah, gitu dong kreatif dikit napa. n
Lampung Post, Sabtu, 16 November 2013
KREATIVITAS adalah sumber dari kesuksesan, bahkan termasuk bisa menghasilkan uang. Karena uang, bisa jadi orang akan menjadi pekerja keras; banting tulang, dan peras otak untuk menghasilkan uang.
Tapi betapa risinya Mat Puhit membaca berita dalam beberapa hari ini. Sebab, isinya keluhan tentang ketiadaan uang.
Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. bilang pusat harus membantu daerah dalam penanganan bencana karena uang daerah dikit. "Lampung termasuk daerah rawan bencana, seperti gempa, tsunami, tanah longsor. Penanganannya tidak bisa hanya mengandalkan daerah karena peralatan tanggap bencana dan dana tidak memadai," katanya menanggapi jalan Liwa—Krui yang putus karena tanah longsor (Lampost, 15/11).
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Lampung Hanibal juga berkata mak ngedok pitisni (tak ada dananya) untuk merenovasi Gelanggang Olahraga (GOR) Saburai. Meskipun kondisi GOR Saburai dengan dinding terkelupas, penuh coretan, atap bocor, dan lainnya, tidak bisa segera diperbaiki mengingat minimnya anggaran 2013. "Semua itu belum bisa terlaksana karena memang anggaran untuk tahun ini memang defisit," kata Hanibal (Lampost, 13/11).
Konon, dana miliaran rupiah telah menggelontor untuk pembangunan Gedung Kesenian Lampung (GKL). Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Lampung itu telah sampai pada tahap keenam sejak 2008, tetapi belum juga selesai. Tapi, Kepala Dinas Pengairan dan Permukiman Provinsi Lampung Arief Hidayat tetap saja mengaku dananya kurang. "Hanya anggaran yang kurang, kalau dana cukup pasti cepat selesai." (Lampost, 12/12).
Walaupun tetap ramai dan kegiatan kesenian tetap menggeliat, kondisi Taman Budaya Lampung (TBL) sangat memprihatinkan. Bisa diduga penyebabnya karena minimnya dana. Jalan, gedung pemerintah, fasilitas, dan berbagai kerusakan lain, semua argumennya mengarah pada satu hal: tak ada anggaran.
"Saya pusing lagi bokek," lapor Mamak Kenut kepada Pak Bos.
"Sama saja, saya lagi enggak punya uang. Banyak keperluan...," kata jawab Pak Bos.
"Wadoh, kalau Pak Bos enggak borju, gimana mau bantu kami-kami yang dipimpin. Bawahan kan minta tolong sama atasan, yang miskin mohon bantuan sama yang kaya. Kepada siapa lagi nih kami minta tolong?" gerutu Minan Tunja.
"Ngupi pai," ajak Radin Mak Iwoh. Nah, gitu dong kreatif dikit napa. n
Lampung Post, Sabtu, 16 November 2013
No comments:
Post a Comment