Tuesday, September 8, 2015

Etika Parlemen

Oleh Udo Z Karzi


KEHADIRAN Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam jumpa pers dan kampanye Donald Trump di depan wartawan dan pendukungnya, 3 September 2015, bikin geger di Tanah Air.Tapi, kabarnya koran-koran Paman Sam gak serius-serius amat memaknai kejadian ini. Newsweek misalnya, dalam berita berjudul "Donald Trump Signs Pledge to Republican Party With Wrong Date on It"  cuma menulis pendek di ujung tulisan: Di akhir konferensi pers, Trump memperkenalkan ketua DPR Indonesia. Tidak jelas mengapa dia ada di sana.

Nah, kan gak penting-penting amat deh keberadaan Setya Novanto dan Fadli Zon di situ. Yang jelas setelah ini  tujuh anggota DPR, Senin (7/9/2015), melaporkan secara resmi kehadiran Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon pada acara jumpa pers bakal calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump, ke Mahkamah Kehormatan Dewan.

Ketujuh anggota DPR itu: Charles Honoris, Budiman Sudjatmiko, Adian Napitupulu, dan Diah Pitaloka ( Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) Maman Imanulhaq (Partai Kebangkitan Bangsa), Amir Uskara (Partai Persatuan Pembangunan) dan Akbar Faizal (Partai NasDem); melaporkan dugaan pelanggaran etika oleh Setya Novanto dan Fadli Zon ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Apa pun argumen Setya Novanto dan Fadli Zon, sulit untuk tidak mengatakan mereka tidak melanggar fatsun sebagai anggota parlemen.  Jelas, mereka berdua diperkenalkan Trump sebagai anggota DPR. Pertemuan itu pun berlangsung tidak singkat. Dugaan pelanggaran etis bisa dikenai kepada para anggota tersebut ketika mereka memanfaatkan waktu di sela kunjungan resmi untuk melakukan pertemuan lain yang disebut-sebut "spontan" itu.

Di dalam kode etik anggota DPR disebutkan bahwa perjalanan dinas adalah perjalanan pimpinan dan/ atau anggota untuk kepentingan negara dalam hubungan pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, baik yang dilakukan di dalam wilayah RI maupun di luar wilayah RI. Wibawa DPR RI kian dipertaruhkan ketika anggotanya bisa begitu saja hadir pada sebuah acara politik negara lain dengan maksud dan misi yang tidak jelas.

***

Sejatinya, parlemen, seperti Academy-nya Plato adalah lembaga politik tempat persemaian pemikiran-pemikiran brilian dan pertukaran-pertukaran ide-ide jenial di kalangan politikus, yang mengemban misi utama sebagai perumus kebijakan negara. Dan politikus di parlemen adalah kumpulan negarawan yang dengan kebajikannya mampu melahirkan gagasan-gagasan cemerlang yang memberi pencerahan kepada masyarakat. Bagi Plato, politik adalah jalan mencapai apa yang disebut a perfect society; dan bagi Aristoteles, politik adalah cara meraih apa yang disebut the best possible system that could be reached.Secara konstitusional, para politikus di dewan mengemban tiga peranan penting. Sebagai policy maker, mereka harus mampu merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang memihak kepentingan publik. Sebagai legal drafter , mereka dituntut membuat undang-undang yang dapat menjamin legalnya keadilan sosial dan keteraturan hidup bermasyarakat. Dan sebagai legislator, mereka harus menjadi “penyambung lidah rakyat” guna mengartikulasikan aspirasi kepentingan warga.

Karena itu, sangat aneh jika dalam pelaksanaan tugas-tugas, mereka mengabaikan apa yang disebut etika dan moralitas politik. Dengan etika dan moralitas politik, para politikus di parlemen dapat melakoni politik sesuai dengan tujuan berpolitik itu sendiri yakni menyejahterakan rakyat, bukan mencari peruntungan materi dan kemuliaan diri.

Jadi, para politikus sebagai anggota dewan terhormat harus mampu menjaga kehormatan dirinya lewat pelaksanaan tugas yang menjadikan etika dan moralitas sebagai pijakan dan tujuan.  n


Fajar Sumatera, Selasa, 8 September 2015

No comments:

Post a Comment