Oleh
Udo Z Karzi
KALAU kita lihat ada pengulangan perintah membaca dalam
wahyu Allah pertama ini. Pengulangan ini menunjukkan kepada kita bahwa
kecakapan membaca akan diperoleh dengan mengulang-ulangi bacaan atau membaca
sampai batas maksimal kemampuan. Lebih dari itu, wahyu pertama ini
mengisyaratkan bahwa
mengulang-ulangi bacaan dengan bismirabbika (atas nama
Allah) akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru, meskipun yang dibaca hal
yang sama. Mengulang-ulang membaca tentunya akan menimbulkan penafsiran baru,
pengembangan gagasan, menambah kakayaan jiwa, dan kesejahteraan batin.
Berulang-ulang 'membaca' alam raya, membuka tabir rahasianya dan memperluas
wawasan serta menambah kesejahteraan lahir.
Iqra' pun kembali
diulang pada ayat yang ketiga dan digandengkan dengan 'warabbukal akram'.
'warabbukal akram' mengandung pengertian bahwa Dia (Allah) swt. dapat
menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi segala hambanya yang
membaca.
Lalu, pada ayat keempat dilanjutkan dengan kata-kata 'Dia
(Allah) swt. Dzat yang mengajari dengan (perantara) qalam'. Kata qalam tidak
bisa dipahami secara sempit, tetapi harus dilihat secara lebih luas sebagai
segala macam alat tulis-menulis sampai kepada mesin-mesin tulis dan cetak yang
canggih. Qalam juga bukan satu-satunya alat atau cara untuk membaca atau
memperoleh pengetahuan. Sebab, Allah memiliki kuasa untuk memberikan
pengetahuan kepada manusia apa yang tidak ia ketahui, baik lewat wahyu, ilham,
karamah, intuisi, dan sebagainya.
***
Membaca memiliki proses timbal balik antara individu secara
total dan informasi yang dibaca. Seseorang yang membaca akan memperoleh
pengetahuan (ilmu). Membaca alam berarti menggali pengetahuan dan alam. Membaca
tidak sekadar melihat atau mengeja bacaan tanpa mengetahui arti.
Untuk bisa membaca, manusia dibekali dengan beberapa
instrumen. Pertama, pancaindra seperti penglihatan, pendengaran, penciuman,
perasa dan peraba untuk menangkap pesan tentang benda-benda dan keadaan yang
ada di lingkungan sekelilingnya. Kedua, akal, yang berfungsi pada tataran
rasionalitas untuk kemampuan mengumpul data, menganalisis, mengolah, dan
membuat kesimpulan dari yang telah tertangkap dan diinformasikan oleh
pancaindra. Ketiga, kalbu, yang menjadi penyelaras akal.
Iqra dapat berarti bacalah, telitilah, dalamilah, bacalah
alam, tanda-tanda zaman. Kita membaca dan mentafakuri suatu objek dengan akal
dan kalbu kita. Dengan kemampuan iqra, kita bisa menciptakan kemaslahatan di
muka bumi. Teknologi canggih di zaman sekarang merupakan bukti keberhasilan
manusia iqra dengan menggunakan akalnya. Akan tetapi terkadang kita gagal
meng-iqra-kan sesuatu dengan qalbu kita. Kita harus bisa menyelaraskan iqra
dengan menggunakan akal dan kalbu.
***
Jika demikian, perintah membaca adalah perintah yang paling
berharga bagi perkembangan kebudayaan dan peradaban umat manusia. Sebab,
membaca merupakan jalan yang mengantar manusia mencapai derajat kemanusiaannya
yang sempurna.
"Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan
orang-orang yang memiliki ilmu dengan beberapa derajat yang tinggi" (Q.S.
Al-Mujadilah: 11). Benar geh, membaca adalah syarat utama guna membangun
peradaban. Semakin luas pembacaan semakin tinggi peradaban, begitu pula
sebaliknya. Tak ayal upaya menggalakkan budaya membaca menjadi urgen. Bolehlah
kita sebut manusia sebagai makhluk membaca, selain makhluk sosial, makhluk
berpikir, dan lain-lain.
Ada dua periode dalam kehidupan manusia di dunia, yaitu
sebelum penemuan tulis-baca (prasejarah) dan 'priode sesudahnya' (sejarah) sekitar
lima ribu tahun yang lalu. Penemuan tulis-baca membuat peradaban manusia tidak lagi lamban, jalan
merambat jalan, dan merangkak-rangkak, tetapi telah telah berhasil melahirkan
tidak kurang dari 27 peradaban dari peradaban Sumaris sampai peradaban Amerika
masa kini. Peradaban yang datang mempelajari peradaban yang lalu dari apa yang
ditulis oleh generasi yang lalu dan dapat dibaca oleh generasi yang kemudian.
Manusia tidak lagi memulai dari titik nol, berkat kemampuan tulis-baca itu.
Kejayaan peradaban Romawi, peradaban Islam, peradaban Eropa
saat ini tentunya semua dibangun dari tradisi membaca dan menulis. Beribu-ribu
karya intelektual dan penemuan-penemuan yang original yang muncul pada
zamannya. Intelektual bukanlah komunitas manusia yang hanya bergelut dengan
tulis menulis, tetapi lewat berbagai macam eksperimentasi sehingga melahirkan
suatu teori baru, begitu seterusnya hingga kini.
Dengan ilmu yang yang diberikan Allah swt, Adam (manusia)
memiliki kelebihan dari malaikat, yang tadinya meragukan kemampuan manusia
untuk membangun peradaban. Dengan ibadah yang didasari ilmu yang benar, manusia
menduduki tempat terhormat, sejajar, bahkan dapat melebihi kedudukan umumnya
malaikat. Ilmu, baik yang kasby (acquired knowledge) maupun yang ladunny
(abadi, perennial), tidak dapat dicapai tanpa terlebih dahulu melakukan qira'at
- bacaan dalam arti yang luas.
Jadi, jelas kok membaca -- menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca, baik teks tertulis
maupun tidak -- menjadi syarat pertama dan utama bagi keberhasilan manusia
dalam membangun kemanusiaan dan peradabannya.
Fajar Sumatera, Kamis,
17 Desember 2015