Oleh Udo Z Karzi
REVOLUSI mental! Dan... mentallah, terlempar keluar dari Kabinet Kerja, Anies Baswedan dari kursi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Ributlah kita. Ada apa? Kenapa? Kok bisa? Apa salah Anies? Dst.
Jadi, apa sebenarnya makna dari "revolusi mental" yang diusung dan didengungkan selama ini? Entahlah! Barangkali yang paling tahu Puan Maharani yang Menko SDM dan Kebudayaan yang sekali waktu bilang, "Minum jamu itu revolusi mental."
Yuddy Chrisnandi barangkali menteri yang salah mengartikan revormasi mental dengan melarang rapat di hotel dan bikin seragam buat anak baru (bisa siswa, mahasiswa, karyawan baru), sehingga harus mental dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
***
Aselinya, revolusi mental itu bagus kok. "Revolusi Mental adalah gerakan seluruh rakyat Indonesia bersama Pemerintah untuk memperbaiki karakter bangsa menjadi Indonesia yang lebih baik... Namun, perilaku bisa diubah, mental dan karakter bisa dibangun," begitu situs Revolusimental.com bikin definisi.
Tapi, kebanyakan orang salah mengartikan revolusi mental, sehingga nasibnya kepental-pental. Tirulah Puan Maharani. Ia sangat pintar membuat pengertian revolusi mental untuk segala hal semacam minum jamu sebagai revolusi mental itu.
***
Revolusi mental itu bukan mengungkap borok pejabat seperti yang dilakukan Sudirman Said, bukan hobi bikin rusuh kayak Rizal Ramli, bukan seperti Marwan Djafar yang buat ribet penyaluran dana desa, bukan seperti Ignatius Jonan yang 'jadi penyebab' kemacetan panjang di tol Brebes saat musim mudik.
Ah, banyak yang gak ngerti revolusi mental. Revolusi bukan kayak Slank yang bikin lagu "Salam Dua Jari" untuk mendukung gerakan ini. Bukan kayak pelajar yang suka masuk ke sekolah, pegawai yang suka tambah-tambah jadwal libur, bukan petani yang pusing karena harga tanamannya gak kunjung memberinya kesejahteraan.
Bukan pokok. Bukan...
***
Apa dong revolusi mental? Aha... mestilah orang-orang partai yang tahu persis apa itu revolusi partai. Orang-orang partai yang bisa bikin segala aturan. Orang-orang partai yang pinter lobi sana lobi sini. Orang-orang partai yang paling ngerti menempatkan orang-orangnya di jabatan-jabatan penting di negeri ini.
Jadi, jelas ya: Revolusi mental itu untuk orang-orang partai! Kalau gak punya partai, ya mentallah... []
~ Fajar Sumatera, Jumat, 29 Juli 2016
REVOLUSI mental! Dan... mentallah, terlempar keluar dari Kabinet Kerja, Anies Baswedan dari kursi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Ributlah kita. Ada apa? Kenapa? Kok bisa? Apa salah Anies? Dst.
Jadi, apa sebenarnya makna dari "revolusi mental" yang diusung dan didengungkan selama ini? Entahlah! Barangkali yang paling tahu Puan Maharani yang Menko SDM dan Kebudayaan yang sekali waktu bilang, "Minum jamu itu revolusi mental."
Yuddy Chrisnandi barangkali menteri yang salah mengartikan revormasi mental dengan melarang rapat di hotel dan bikin seragam buat anak baru (bisa siswa, mahasiswa, karyawan baru), sehingga harus mental dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
***
Aselinya, revolusi mental itu bagus kok. "Revolusi Mental adalah gerakan seluruh rakyat Indonesia bersama Pemerintah untuk memperbaiki karakter bangsa menjadi Indonesia yang lebih baik... Namun, perilaku bisa diubah, mental dan karakter bisa dibangun," begitu situs Revolusimental.com bikin definisi.
Tapi, kebanyakan orang salah mengartikan revolusi mental, sehingga nasibnya kepental-pental. Tirulah Puan Maharani. Ia sangat pintar membuat pengertian revolusi mental untuk segala hal semacam minum jamu sebagai revolusi mental itu.
***
Revolusi mental itu bukan mengungkap borok pejabat seperti yang dilakukan Sudirman Said, bukan hobi bikin rusuh kayak Rizal Ramli, bukan seperti Marwan Djafar yang buat ribet penyaluran dana desa, bukan seperti Ignatius Jonan yang 'jadi penyebab' kemacetan panjang di tol Brebes saat musim mudik.
Ah, banyak yang gak ngerti revolusi mental. Revolusi bukan kayak Slank yang bikin lagu "Salam Dua Jari" untuk mendukung gerakan ini. Bukan kayak pelajar yang suka masuk ke sekolah, pegawai yang suka tambah-tambah jadwal libur, bukan petani yang pusing karena harga tanamannya gak kunjung memberinya kesejahteraan.
Bukan pokok. Bukan...
***
Apa dong revolusi mental? Aha... mestilah orang-orang partai yang tahu persis apa itu revolusi partai. Orang-orang partai yang bisa bikin segala aturan. Orang-orang partai yang pinter lobi sana lobi sini. Orang-orang partai yang paling ngerti menempatkan orang-orangnya di jabatan-jabatan penting di negeri ini.
Jadi, jelas ya: Revolusi mental itu untuk orang-orang partai! Kalau gak punya partai, ya mentallah... []
~ Fajar Sumatera, Jumat, 29 Juli 2016