Oleh Udo Z Karzi
APA pun argumennya, tidak ada hak bagi sesiapa pun untuk menghilangkan nyawa orang lain. Maka, kita mengutuk aksi teror bom yang terjadi di Gereja Oikumene Sengkotek, Samarinda, Minggu, 13/11/2016.
Akibat aksi teror itu, seorang korban meninggal dunia lantaran menderita luka bakar 70 persen, dengan kondisi tubuh yang sebagian besar hangus terbakar api.
Intan Marbun (3) meninggal dunia pada Senin (14/11/2016) dini hari setelah dirawat di rumah sakit. Ia adalah satu dari empat anak yang menjadi korban teror tersebut.
Tiga korban luka lainnya, Anita Kristakel Sihotang (2 tahun), Alvaro Ora Kristan Sinaga (4 tahun), dan Triniti Hudahaya (3 tahun). Kesemua korban merupakan anak2 yang baru selesai melaksanakan ibadah dari Jemaat HKBP (Huria Kristen Batak Protestan).
Setelah terkena ledakan bom di pelataran Gereja Oikumene, Intan menderita luka bakar paling parah di antara ketiga temannya. Intan dibawa ke RS AW Sjahranie Samarinda dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Pria pelaku pelemparan bom molotov adalah Juanda, 35 tahun, alamat (eks pelaku bom buku). Saat ini Juanda ditahan di Polres Samarinda.
Kita berduka kembali. Siapa pun orangnya tidak ada hak baginya untuk melakukan kegiatan yang berupaya meniadakan orang lain. Siapa pun tidak ada alasan baginya untuk menerima perlakuan keji dan jauh dari perikemanusiaan ini.
Sungguh manusia macam apa namanya jika bergembira dan berpesta atas tragedi kemanusiaan ini. Jihad jihad macam apa yang membunuh manusia yang tidak tidak tahu-menahu dan tiba-tiba harus menerima perlakuan biadap seperti ini.
Karena itu, kita bersetuju agar segala macam jenis teror harus dihilangkan dari muka bumi. Teror bom yang terjadi di Samarinda adalah tindakan yang biadab dan tidak bisa dibiarkan. Negara tidak boleh kalah dengan aksi teror. Bom yang meledak telah mencabik-cabik rasa kemanusiaan kita.
Tapi, kita perlu mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak pada isu SARA yang mengidentikkan teror ini dengan agama tertentu dan meminta masyarakat tetap tenang dan waspada. Kekerasan dan teror merupakan musuh bersama dan mari dibangun kembali dengan merajut kepedulian dan solidaritas.
Kita mendorong untuk terus-menerus menyerukan penolakan terhadap paham radikalisme yang sungguh merusak rasa kebangsaan dan keberagaman. Kita harus memastikan bahwa terorisme dan radikalisme tidak bisa mencabik-cabik keindonesiaan rakyat kita.
Sekuat apa pun terorisme dan radikalisme merongrong keindonesiaan kita, Pemuda Indonesia tetap bergandeng tangan menjaga dan merawat keindonesiaan kita sembari berjanji tetap setia pada Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. []
~ Fajar Sumatera, Selasa, 15 November 2016
APA pun argumennya, tidak ada hak bagi sesiapa pun untuk menghilangkan nyawa orang lain. Maka, kita mengutuk aksi teror bom yang terjadi di Gereja Oikumene Sengkotek, Samarinda, Minggu, 13/11/2016.
Akibat aksi teror itu, seorang korban meninggal dunia lantaran menderita luka bakar 70 persen, dengan kondisi tubuh yang sebagian besar hangus terbakar api.
Intan Marbun (3) meninggal dunia pada Senin (14/11/2016) dini hari setelah dirawat di rumah sakit. Ia adalah satu dari empat anak yang menjadi korban teror tersebut.
Tiga korban luka lainnya, Anita Kristakel Sihotang (2 tahun), Alvaro Ora Kristan Sinaga (4 tahun), dan Triniti Hudahaya (3 tahun). Kesemua korban merupakan anak2 yang baru selesai melaksanakan ibadah dari Jemaat HKBP (Huria Kristen Batak Protestan).
Setelah terkena ledakan bom di pelataran Gereja Oikumene, Intan menderita luka bakar paling parah di antara ketiga temannya. Intan dibawa ke RS AW Sjahranie Samarinda dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Pria pelaku pelemparan bom molotov adalah Juanda, 35 tahun, alamat (eks pelaku bom buku). Saat ini Juanda ditahan di Polres Samarinda.
Kita berduka kembali. Siapa pun orangnya tidak ada hak baginya untuk melakukan kegiatan yang berupaya meniadakan orang lain. Siapa pun tidak ada alasan baginya untuk menerima perlakuan keji dan jauh dari perikemanusiaan ini.
Sungguh manusia macam apa namanya jika bergembira dan berpesta atas tragedi kemanusiaan ini. Jihad jihad macam apa yang membunuh manusia yang tidak tidak tahu-menahu dan tiba-tiba harus menerima perlakuan biadap seperti ini.
Karena itu, kita bersetuju agar segala macam jenis teror harus dihilangkan dari muka bumi. Teror bom yang terjadi di Samarinda adalah tindakan yang biadab dan tidak bisa dibiarkan. Negara tidak boleh kalah dengan aksi teror. Bom yang meledak telah mencabik-cabik rasa kemanusiaan kita.
Tapi, kita perlu mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak pada isu SARA yang mengidentikkan teror ini dengan agama tertentu dan meminta masyarakat tetap tenang dan waspada. Kekerasan dan teror merupakan musuh bersama dan mari dibangun kembali dengan merajut kepedulian dan solidaritas.
Kita mendorong untuk terus-menerus menyerukan penolakan terhadap paham radikalisme yang sungguh merusak rasa kebangsaan dan keberagaman. Kita harus memastikan bahwa terorisme dan radikalisme tidak bisa mencabik-cabik keindonesiaan rakyat kita.
Sekuat apa pun terorisme dan radikalisme merongrong keindonesiaan kita, Pemuda Indonesia tetap bergandeng tangan menjaga dan merawat keindonesiaan kita sembari berjanji tetap setia pada Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. []
~ Fajar Sumatera, Selasa, 15 November 2016
No comments:
Post a Comment