Oleh Udo Z Karzi
SAAT mulang pekon, selalu saja saya dipukau oleh nama-nama tempat di desa kelahiran saya ini: Negarabatin Liwa yang sekarang bernama resmi (Kelurahan) Pasar Liwa.
Sekali waktu, saat saya menjawab, "Dari Pasar Liwa", orang yang bertanya tadi, berkata, "O, dari Sukanegeri."
Dalam pikiran saya, 'Jadi, Sukanegeri alias Negarabatin Liwa alias Pasar Liwa. Kanapa sih pekon saya ini suka-sukanya gonta-ganti nama?’
Ada yang menggugat, kenapa nama bagus Negarabatin Liwa kok diganti Pasar Liwa? Entahlah...
Yang jelas, pekon/kelurahan Pasar Liwa ini adalah salah satu dari 12 pekon/kelurahan di Kecamatan Balik Bukit. 11 pekon/kelurahan lainnya adalah Padangcahya, Way Mengaku, Kubuperahu, Sebarus, Gunungsugih (asli bahasa Lampungnya: Gunungsugeh), Way Empulau Ulu, Wates (asli bahasa Lampungnya: Watas atau Watos), Padangdalom, Sukarame (dulu: Umbullimau), Bahway, dan Sedampah Indah.
Ke-12 pekon/kelurahan inilah wilayah Marga Liwa saat ini. Secara kebetulan sekarang ini wilayah Liwa menjadi satu kecamatan (Kecamatan Balik Bukit).
Kembali ke Negarabatin Liwa atau Sukanegeri atau Pasar Liwa, saya tidak tahu kapan persisnya di pekon ini terdapat (terpecah?) dua kampung adat: (1) Kampung Serbaya yang saat ini dipimpin Suntan Zakki dan (2) Kampung Bumi Agung yang dipimpin Bangsawan adok Suntan Makmur (alm) dengan pelaksana tugas Tabrizi adok Raja Dialam.
Secara adat, saya sendiri berada di Bumi Agung. Hierarki pemimpin adat di Bumi Agung dari yang tertinggi ke bawah adalah:
1. Suntan
2. Raja
3. Batin
4. Radin
5. Minak
6. Kimas
7. Mas/Inton
Dari panggilan (sapaan) seseorang ketahuanlah letak posisinya dalam adat.
"Hara gelukni mulang. Sawai sang Bumi Agung ngumpul. Kintu Udo aga cawa... (Alangkah cepatnya pulang. Lusa se-Bumi Agung berkumpul. Barangkali Udo hendak berbicara...," kata adik menjawab saya yang mengatakan akan pulang besok.
Ah, betapa Bumi Agung menghimbau, apa daya tugas di Tanjungkarang sudah menunggu. Ya, saya hanyalah seseorang yang terdampar di kota mengais rezeki. Tapi, percayalah saya ingin selalu pulang seperti buku saya: Ke Negarabatin Mamak Kenut Kembali. Selalu ada keinginan itu...
Selasa, 12 April 2016
SAAT mulang pekon, selalu saja saya dipukau oleh nama-nama tempat di desa kelahiran saya ini: Negarabatin Liwa yang sekarang bernama resmi (Kelurahan) Pasar Liwa.
Sekali waktu, saat saya menjawab, "Dari Pasar Liwa", orang yang bertanya tadi, berkata, "O, dari Sukanegeri."
Dalam pikiran saya, 'Jadi, Sukanegeri alias Negarabatin Liwa alias Pasar Liwa. Kanapa sih pekon saya ini suka-sukanya gonta-ganti nama?’
Ada yang menggugat, kenapa nama bagus Negarabatin Liwa kok diganti Pasar Liwa? Entahlah...
Yang jelas, pekon/kelurahan Pasar Liwa ini adalah salah satu dari 12 pekon/kelurahan di Kecamatan Balik Bukit. 11 pekon/kelurahan lainnya adalah Padangcahya, Way Mengaku, Kubuperahu, Sebarus, Gunungsugih (asli bahasa Lampungnya: Gunungsugeh), Way Empulau Ulu, Wates (asli bahasa Lampungnya: Watas atau Watos), Padangdalom, Sukarame (dulu: Umbullimau), Bahway, dan Sedampah Indah.
Ke-12 pekon/kelurahan inilah wilayah Marga Liwa saat ini. Secara kebetulan sekarang ini wilayah Liwa menjadi satu kecamatan (Kecamatan Balik Bukit).
Kembali ke Negarabatin Liwa atau Sukanegeri atau Pasar Liwa, saya tidak tahu kapan persisnya di pekon ini terdapat (terpecah?) dua kampung adat: (1) Kampung Serbaya yang saat ini dipimpin Suntan Zakki dan (2) Kampung Bumi Agung yang dipimpin Bangsawan adok Suntan Makmur (alm) dengan pelaksana tugas Tabrizi adok Raja Dialam.
Secara adat, saya sendiri berada di Bumi Agung. Hierarki pemimpin adat di Bumi Agung dari yang tertinggi ke bawah adalah:
1. Suntan
2. Raja
3. Batin
4. Radin
5. Minak
6. Kimas
7. Mas/Inton
Dari panggilan (sapaan) seseorang ketahuanlah letak posisinya dalam adat.
"Hara gelukni mulang. Sawai sang Bumi Agung ngumpul. Kintu Udo aga cawa... (Alangkah cepatnya pulang. Lusa se-Bumi Agung berkumpul. Barangkali Udo hendak berbicara...," kata adik menjawab saya yang mengatakan akan pulang besok.
Ah, betapa Bumi Agung menghimbau, apa daya tugas di Tanjungkarang sudah menunggu. Ya, saya hanyalah seseorang yang terdampar di kota mengais rezeki. Tapi, percayalah saya ingin selalu pulang seperti buku saya: Ke Negarabatin Mamak Kenut Kembali. Selalu ada keinginan itu...
Selasa, 12 April 2016
No comments:
Post a Comment