Oleh Udo Z Karzi
DIAM-DIAM Kota Bandarlampung berulang tahun ke-334 pada 18 Juni 2016 lalu. Tapi karena pada puasa, gak banyak yang tahu. Pemkot juga gak bikin perayaan khusus. Entahlah kalau setelah Lebaran.
Dan, setelah 30 tahun urbanisasi ke Kota Tapis Berseri ini, ternyata aku semakin pangling dengannya. Selain siger yang nemplok di atap atau bagian depan toko-toko dan kantor, aku tak mengenalinya lagi sebagai ibu kota Provinsi Lampung.
Ah ya, ding masih ada patung Radin Inten II. Ada dua malah. Ada Patung Pengantin yang (juga) dua: Pengantin Lampung Pepadun dan Pengantin Saibatin.
Ada Tugu Adipura. Tapi, kalah pamor dengan nama Bundaran Gajah tersebab bertahun-tahun semenjak Adipura terlepas, piala ini tak kunjung mampir ke kotaku ini. Alih-alih kota bersih, kotaku malah sempat menjadi kota besar terkotor se-Indonesia.
Eh ya, ada tugu Durian. Lumayanlah, ada tempat pengunjung mencari durian saat musim atau tidak musim; meskipun bagiku tetap saja mahal.
Dengan jumlah penduduk yang mencapai 1 juta jiwa lebih, ia menjelma menjadi metropolitan baru. Kabarnya, kotaku menjadi destinasi wisata alternatif di luar Pulau Jawa.
Ya, kabarnya begitu. Sebab, hotel, mal, pusat perbelanjaan, dan ruko di kotaku tumbuh kembang dengan pesat.
Iya kali ya. Masa aku nggak percaya. Cuma aku heran di Negeri Penyair ini pentas seni dan budaya selalu sepi atau yang nonton ya seniman yang itu-itu aja. Tapi, untunglah seniman di kotaku tabah-tabah dalam berkesenian. Makanya pentas seni selalu saja ada dengan atau tanpa penonton.
Sekali waktu, budayawan Putu Wijaya bilang Bandarlampung berpotensi menjadi kota budaya. Entahlah, nyatanya Bandarlampung tak jadi kota budaya. Kota kreatif juga bukan. Kota cerdas (smart city) juga baru gagasan yang rontok sebelum dirancang.
Jadi, Bandarlampung jadi kota apa dong? Sungguh aku bingung. Untung ada Karina Lin yang bilang, "... Bandarlampung menuju Macetpolitan." (Lampost, 28/6/2016)
Na, setuju banget deh. Fajar Sumatera pun berhari-hari bikin headline "Bandarlampung Macet Luar Biasa".
Ayo dong jangan bikin malu. Kalau merencanakan kota yang bener geh. []
~ Fajar Sumatera, Rabu, 29 Juni 2016
DIAM-DIAM Kota Bandarlampung berulang tahun ke-334 pada 18 Juni 2016 lalu. Tapi karena pada puasa, gak banyak yang tahu. Pemkot juga gak bikin perayaan khusus. Entahlah kalau setelah Lebaran.
Dan, setelah 30 tahun urbanisasi ke Kota Tapis Berseri ini, ternyata aku semakin pangling dengannya. Selain siger yang nemplok di atap atau bagian depan toko-toko dan kantor, aku tak mengenalinya lagi sebagai ibu kota Provinsi Lampung.
Ah ya, ding masih ada patung Radin Inten II. Ada dua malah. Ada Patung Pengantin yang (juga) dua: Pengantin Lampung Pepadun dan Pengantin Saibatin.
Ada Tugu Adipura. Tapi, kalah pamor dengan nama Bundaran Gajah tersebab bertahun-tahun semenjak Adipura terlepas, piala ini tak kunjung mampir ke kotaku ini. Alih-alih kota bersih, kotaku malah sempat menjadi kota besar terkotor se-Indonesia.
Eh ya, ada tugu Durian. Lumayanlah, ada tempat pengunjung mencari durian saat musim atau tidak musim; meskipun bagiku tetap saja mahal.
Dengan jumlah penduduk yang mencapai 1 juta jiwa lebih, ia menjelma menjadi metropolitan baru. Kabarnya, kotaku menjadi destinasi wisata alternatif di luar Pulau Jawa.
Ya, kabarnya begitu. Sebab, hotel, mal, pusat perbelanjaan, dan ruko di kotaku tumbuh kembang dengan pesat.
Iya kali ya. Masa aku nggak percaya. Cuma aku heran di Negeri Penyair ini pentas seni dan budaya selalu sepi atau yang nonton ya seniman yang itu-itu aja. Tapi, untunglah seniman di kotaku tabah-tabah dalam berkesenian. Makanya pentas seni selalu saja ada dengan atau tanpa penonton.
Sekali waktu, budayawan Putu Wijaya bilang Bandarlampung berpotensi menjadi kota budaya. Entahlah, nyatanya Bandarlampung tak jadi kota budaya. Kota kreatif juga bukan. Kota cerdas (smart city) juga baru gagasan yang rontok sebelum dirancang.
Jadi, Bandarlampung jadi kota apa dong? Sungguh aku bingung. Untung ada Karina Lin yang bilang, "... Bandarlampung menuju Macetpolitan." (Lampost, 28/6/2016)
Na, setuju banget deh. Fajar Sumatera pun berhari-hari bikin headline "Bandarlampung Macet Luar Biasa".
Ayo dong jangan bikin malu. Kalau merencanakan kota yang bener geh. []
~ Fajar Sumatera, Rabu, 29 Juni 2016
No comments:
Post a Comment