Monday, January 25, 2016

Moralitas Intelektual

Oleh Udo Z Karzi


SEMUA manusia adalah intelektual, tetapi tidak semua orang dalam masyarakat memiliki fungsi intelektual, kata Antonio Gramsci. Dengan begitu, orang cerdas, orang pintar, atau orang yang memiliki IQ tinggi, tidak selalu berbanding lurus dengan kemanfaatan dirinya bagi masyarakat. Makanya, ada tudingan pinter sendiri, kecerdasan yang mubazir, dan kepintaran yang disia-siakan. Itu masih mending. Akan celakalah kita jika intelektualitas itu hanya bikin susah kita, bahkan dipakai untuk merusak.

Nah, di sinilah urgensi moralitas. Moralitas inilah yang akan membimbing intelektualitas bisa berjalan ke arah yang positif dan bukan malah mengganggu hiduh harmoni kehidupan. Sebab,  sebuah intelektualitas tanpa dibarengi dengan moralitas bisa hancur. Diakui atau tidak, huru-hara dan kekacauan di negeri ini terjadi karena penghuninya lebih sering mengabaikan nilai-nilai etika dan moral.

Alih-alih memberi manfaat kepada rakyat, setiap hari kita malah dikabari tentang oknum-oknum pemerintah yang membuat hati miris. Begitu banyak kasus yang diungkap oleh media tentang perilaku para pemimpin bangsa kita saat ini. Mulai dari kasus skandal video mesum, pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum pejabat, kasus suap hakim, kasus kredit fiktif, dan yang sangat tak asing di telinga kita yakni kasus korupsi.

Itulah bukti ketimpangan intelektualitas terhadap moralitas. Sebagai public figure, seharusnya mereka mampu menggunakan kecerdasannya demi kepentingan rakyat. Namun moralitas mereka ternyata tidak selaras dengan intelektualitas yang mereka miliki. Sungguh sangat disayangkan, pendidikan yang telah mereka tempuh selama belasan tahun hanya dibayar untuk memuaskan diri sendiri dengan cara yang tidak lazim. Padahal sebelum menjadi pejabat mereka disumpah di atas kitab suci agamanya masing-masing. Namun layaknya sudah menjadi hal biasa bahwa sebuah peraturan ada untuk dilanggar. Sumpah jabatan hanya dijadikan formalitas belaka oleh oknum pejabat daerah maupun pusat.

Tanpa harus menuduh terjadi pengkhianatan intektual sebagaimana disinyalir Julian Benda, kita patut bertanya ke manakah para intelektual yang menghuni perguruan tinggi di daerah ini ketika kita, masyarakat dan bangsa ini masih terlilit berbagai patologi sosial. Moralitas intelektual di kampus-kampus jelas termaktup dalam tridarma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat). Okekah pendidikan bersifat internal kampus; okelah penelitian, walau tak banyak diketahui masyarakat hasil dan gunanya. Tapi, mana pengabdian masyarakat. Apa wujud wujud pengabdian masyarakat.

Itu juga menyangkut moralitas intelektual. Pertanyaannya, di manakah moralitas kaum intelektual yang membiarkan lingkungannya rusak, masyarakat terus dililit kemiskinan, dan pemerintah yang tak berpihak pada rakyat?

Bukankah ketika semua lini negara, baik legislatif, eksekutif maupun eksekutif -- (semoga tidak!) termasuk pers -- bobrok, satu-satunya suara moral yang bisa diharapkan adalah suara kampus? n


Fajar Sumatera, Senin, 25 Januari 2016

No comments:

Post a Comment